Aku pernah mengalami sebuah kisah menarik yang mengajarkan untuk tidak pernah berputus asa. Suatu hari yang cukup terik di bulan Rama...

Istriku vs Plasenta Previa

menunggu istri melahirkan di rumah sakit

Aku pernah mengalami sebuah kisah menarik yang mengajarkan untuk tidak pernah berputus asa. Suatu hari yang cukup terik di bulan Ramadhan, istriku yang tengah hamil lima bulan mengajakku pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Karena menurutku kandungannya saat itu sudah cukup kuat, aku menerima ajakannya. Aku pun pergi menemani istriku berbelanja.


Sungguh, jarang ada perempuan yang belanja lebih lama dari istriku. Meskipun begitu sebagai suami yang baik, aku tetap menunggui istriku belanja dengan sabar. (Hehe, jangan protes ya! Dalam cerita versiku, tentu saja aku selalu jadi orang baiknya)

Petakanya dimulai setelah kami pulang. Dalam perjalanan pulang, istriku tiba-tiba mengaduh dan mengeluh. Katanya perutnya sakit. Aku yang mengira itu hal biasa tidak memacu sepeda motorku lebih cepat. Tapi sampai di rumah, sakitnya tambah parah. Saat itulah aku tahu aku harus segera membawanya ke klinik.

Waktu itu matahari sudah hampir terbenam, tidak banyak klinik yang masih buka. Tapi syukurlah kami masih dapat menemukan satu. Istriku yang terus merintih kesakitan pun kubawa masuk ke dalam dan diperiksa.

Kata bu dokternya, istriku kesakitan karena rahimnya kontraksi mau ngeluarin si janin. Mengingat usia janinnya belum genap enam bulan dan beratnya belum sampai dua kilo, ini berbahaya. Itu sebabnya bu dokter suruh kami cepat-cepat beli obat penguat rahim. Singkat cerita, drama mendebarkan hari itu berlalu dengan sebuah pelajaran. Kalau kamu tidak ingin istrimu keguguran, jangan main-main dengan kehamilan!

Alhamdulillah, setelah berdoa dan berobat, kontraksi itu mereda. Tapi babak berikutnya segera dimulai. Satu bulan kemudian, ketika aku sedang mengajar di kelas, ayah (mertuaku) menelepon. Kata beliau istriku pendarahan! Astagfirullah. Mendengar kabar itu aku langsung tancap gas pulang.

Begitu sampai di rumah, aku dikabari bahwa istriku sudah dibawa ayah ke bidan di dekat rumah. Aku pun menyusul ke sana dan mendapati istriku terbaring lemas. Alhamdulillah, ia tak apa-apa tapi bidannya bilang kemungkinan besar istriku plasenta previa atau dalam bahasa yang lebih sederhana ari-arinya di bawah nutupin jalan lahir. Agar lebih yakin, kami disuruhnya pergi ke rumah sakit untuk USG.

Di rumah sakit, setelah selesai memeriksa, dokternya bilang, “Dari hasil USG ini, ari-arinya memang berada di bawah Pak. Itu artinya istri bapak tidak bisa lahiran normal. Bahkan kalau pendarahannya gak berhenti malam ini, tidak bisa tidak, besok kita harus operasi. Bapak ada kartu jaminan kesehatan?”

“Kartu Keluarga pun saya belum ada Dok.”

“Waduh. Sebaiknya cepat diurus sekalian dengan kartu jaminan kesehatan janinnya karena yang ditanggung kartu jaminan kesehatan ibu hanya biaya operasi caesar yang cuma 6 juta. Biaya inkubator bayi prematur yang sekitar 15 juta tidak ditanggung.”

Di saat-saat seperti inilah seorang laki-laki yang telah lepas dari tanggungan orang tuanya diuji. Yang diuji bukan cuma ketahanan tapi juga keimanannya. Sadarkah laki-laki itu bahwa Allah adalah penolong mereka yang tidak punya penolong selain Dia?

Wahai diri, Katakanlah Allah itu Esa. Allah itu tempat bergantung segala ciptaan. Dia tidak beranak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tiada sesuatu pun serupa Dia.

Dokter boleh saja berkata istriku harus operasi tapi Allah telah berjanji tidak akan membebani seorang hamba melebihi kemampuannya. Jika aku tidak mampu membiayai operasinya, Dia pasti akan memudahkan istriku untuk melahirkan normal. Jika istriku memang harus operasi, Dia pasti akan mudahkan aku mencari dananya. Bukankah tidak ada yang berjalan di muka bumi melainkan Allah yang menanggung rezekinya?

“Saya akan usahakan sebisanya.”

Di hari-hari berikutnya, istriku lebih banyak istirahat sedangkan aku sendiri lebih rajin beliin istriku es krim. Hal itu kulakukan untuk mengantisipasi agar si janin memiliki berat cukup andai ia memang harus lahir prematur. Sehabis shalat aku tak lupa berdoa agar Allah menunjukkan kuasaNya.

Di bulan berikutnya jaminan kesehatannya kami belum juga sempat kuurus tapi tiba-tiba saja seseorang dari kelurahan memanggil ayah (mertuaku). Katanya Kartu Indonesia Sehat keluarga istriku sudah bisa diambil dan digunakan. Alhamdulillah, rezeki ini benar-benar datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Kalau ada kartu itu, aku tidak perlu lagi membayar biaya melahirkan normal atau operasi. Kartu itu tidak menanggung biaya inkubator dan perawatan bayi prematur tapi aku tidak khawatir karena Allah yang akan menanggung semua biaya itu kalau benar terjadi.

Peristiwa ajaibnya terjadi ketika istriku diperiksakan ke dokter di akhir masa kehamilan. Kata dokternya, “Posisi ari-arinya sudah berubah! Sekarang, ibu tidak lagi harus operasi caesar. Mau normal aja?” “Ya mau kali lah Dok!”

Beberapa hari kemudian, alhamdulillah, istriku melahirkan normal. Kukira demikianlah Allah membalas orang-orang yang senantiasa optimis dan berbaik sangka. Jadi, jangan pernah sekalipun berputus asa! “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Tidak berputus asa kecuali orang-orang yang kufur.” (Q.S. Yusuf: 87)

bayi lucu putra habib asyrafy yang sukses melalui plasenta previa dan lahir normal