Di perjalanan pulang dari mengajar kemarin, terbaca olehku sebaris tulisan berisi ajakan “Love Yourself” cintai dirimu sendiri. Dan pikira...

Love Yourself? Siapa yang Gak Cinta Dirinya Sendiri?

love your self progpaganda selflove menurut islam

 
Di perjalanan pulang dari mengajar kemarin, terbaca olehku sebaris tulisan berisi ajakan “Love Yourself” cintai dirimu sendiri. Dan pikiranku langsung bertanya, siapa yang gak cinta dirinya sendiri? Siapa yang perlu diingatkan untuk mencintai dirinya sendiri? Dan, siapa kamu sehingga perlu diingatkan soal itu?

Sebenarnya, ajakan Love Yourself ini terlalu massif untuk diabaikan. Ia ada dimana-mana sejak cukup lama. Hanya saja, baru sekarang aku tergerak untuk bicara soal kata-kata yang sering disalahgunakan ini.

DISALAHGUNAKAN?
Ya, tidak ada manusia yang tidak mencintai dirinya sendiri, ya kan? Karena itu, bisa dipahami bahwa kata-kata ini ada untuk mereka yang umurnya habis untuk saudaranya, mereka yang sering kali mengalah demi tawa teman-temannya, dan mereka selalu yang gagal mengatakan “tidak” saat mereka sendiri membutuhkan istirahat. Singkatnya kata-kata SelfLove ini ada untuk mereka yang terlalu mencintai (dengan berkorban untuk) orang lain hingga lupa mencintai (dengan memikirkan nasib) diri mereka sendiri.

Tapi pertanyaannya, benarkah para penyerunya orang-orang yang that selfless?

Sayangnya, sependek pengamatanku, jawabannya lebih sering TIDAK. Seringnya, orang-orang yang di kaosnya ada sebaris atau sebait tulisan tentang ini, kulihat merupakan orang yang tak pernah lupa memikirkan diri mereka sendiri jika bukan lebih mengutamakannya di atas orang lain.

Jika ditanya, tentu saja setiap dari mereka punya kisah yang menunjukkan betapa terzalimi mereka sebelum mengubah sikap. Tapi siapa yang tak punya? Yang membedakan kita hanyalah: sebagian kita menganggap pengorbanan kecil untuk kepentingan yang lebih besar itu bukan apa-apa sedangkan sebagian lagi tidak pernah melakukannya tanpa merasa berat.

Dan pembenaran untuk berlaku sedikit egois macam ini hanya ditunggu-tunggu oleh mereka yang berberat hati, bukan oleh mereka ringan tangan apalagi yang benar-benar selfless. Orang yang benar-benar tidak mementingkan dirinya sendiri tidak akan koar-koar soal SelfLove ini. Teman merekalah yang akan berjuang untuk mereka.

Teman yang peduli pada mereka yang selfless ini akan memberi mereka ruang untuk istirahat, membela mereka dari kezaliman relasinya yang lain dan mendorong mereka untuk berani mengambil sikap atas hal-hal yang sudah melampaui batas kewajaran. Karena itu, mengetahui batas wajar bagian diri dan orang lain penting sekali bagi penyelamat orang-orang selfless ini. Tanpa mengetahui batasan itu, kampanye yang kita hasilkan hanya akan berakhir di mulut orang-orang egois yang sedang mencari pembenaran.

Jadi, siapa yang sebenarnya harus didahulukan, diri kita sendiri atau orang lain? Dan sampai sebatas mana kita harus terus mendahulukannya sebelum mulai memikirkan yang satunya? Atau, dalam hal apa kita harus lebih mengutamakan diri kita sendiri? Dan dalam hal apa kita harus lebih mengutamakan orang lain? Dan di atas semua itu,

SIAPA YANG BERHAK MENJAWAB SEMUA PERTANYAAN ITU?
Jika kalian bertanya padaku, tentu saja jawabannya: Dia yang paling tahu tentang manusia, penciptanya sendiri. Tanpa petunjuk-Nya konsep SelfLove kita hanya akan diarahkan setan sesuai dengan petunjuk Iblis dalam kitab The Law: “Do what Thou will. That should be all the law.

Syukur, Dia telah memberikan petunjuk lengkap mengarungi hidup ini dalam satu kitab yang ringkas dan satu masa hidup yang singkat. Tidak ada satu jalan pun menuju kebahagiaan hakiki kecuali telah Dia beritahu dan serukan dalam keduanya. Dan tiada satu jalan pun menuju kehancuran terparah kecuali telah Dia beritahu dan larang dalam keduanya.

Dalam perkara mencintai diri sendiri ini, Dia telah berfirman:

“Wahai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

Dalam hal menjaga diri dari kesengsaraan yang abadi, kita disuruh untuk mengutamakan diri kita sendiri sebelum keluarga dan orang lain. Orang-orang yang justru lebih mengutamakan keselamatan orang lain dan melupakan keselamatannya sendiri justru malah dicela, seperti dalam ayat:

“Apakah kamu menyuruh manusia berbuat kebaikan dan kamu melupakan dirimu sendiri padahal kamu yang mendapatkan kitab, apakah kamu tak menggunakan akal?”
“Sangat besar kemurkaan di sisi Allah (dengan) kamu mengatakan apa yang kamu sendiri tidak perbuat.”

Lebih jauh, ulama’ menjelaskan bahwa dunia yang sementara ini hendaknya disikapi dengan qanaah (perasaan cukup), sedangkan akhirat yang selamanya hendaknya disikapi dengan tamak, bukan sebaliknya. Karena itu, hendaknya kita mementingkan diri sendiri dalam perkara akhirat dan sedapat mungkin mementingkan orang lain dalam perkara dunia yang tak ada harganya ini.

Kalaupun ada ayat:

“Janganlah kamu lupakan bagianmu dari dunia.”


Dijelaskan oleh Maulana Zakaria bahwa ayat itu diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mengejar akhirat sedemikian rupa sehingga benar-benar lupa soal bagian mereka sendiri di dunia. Ayat itu sangat tidak cocok digunakan oleh kita yang masih suka berebut kesenangan dunia dengan fakir miskin dan kita yang lebih banyak waktunya habis untuk urusan dunia ketimbang agama.

Dan kalaupun hanya ingin berbuat baik pada diri sendiri, maka dalam kitab-Nya makna kata diri sendiri telah diperluas hingga termuat pula di dalamnya saudara sebangsa, seperti dalam ayat:

“Janganlah kalian tumpahkan darah kalian sendiri dan kalian bunuh diri kalian sendiri.”
“Janganlah kamu keluarkan dirimu sendiri dari negeri-negerimu secara semena-mena.”

Sehingga tidak ada batas dalam berbuat kebaikan di dunia ini selain 1) keinginan kita atas kebaikan dan balasan-Nya, sesuai yang difirmankan-Nya dalam ayat:

“Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat keburukan berarti keburukan itu bagi dirimu sendiri...”

Dan 2) hari kiamat, yang mana pada hari itu setiap orang akan menghadapi situasi amat sulit sehingga mereka tidak sempat memikirkan selain dirinya bahkan seorang ibu pun akan lupa pada bayinya.

Demikianlah. Semoga kita dijaga Allah dari pemikiran-pemikiran yang menipu dan mengantarkan kita pada kehancuran. 

Medan, 28 Februari 2022