Laa haula wa laa quwwata illa billah dalam bahasa Indonesia berarti: tiada daya dan upaya melainkan dengan (pertolongan) Allah. Tapi apa mak...

Hauqolah - Bukan Lagi Hiasan Lisan

hauqolah laa haula wa laa quwwata illa billah kisah makna dan penggunaannya

Laa haula wa laa quwwata illa billah dalam bahasa Indonesia berarti: tiada daya dan upaya melainkan dengan (pertolongan) Allah. Tapi apa maksudnya?

TERJEMAHAN YANG SERING GAGAL

Aku tidak mudah untuk mempercayai hasil terjemahan orang lain. Terjemahan terkadang menjadi tidak tepat setelah beberapa tahun karena gejala bahasa. Lebai dulu dimaknai kakek dan nenek kita sebagai penutup kepala yang hari ini kita sebut kupluk. Sekarang, kita memaknai lebai sebagai sikap berlebihan. Hari ini kursi kita semaknai dengan bangku tapi bagi kakek dan nenek kita bangku itu jelas tidak sama dengan kursi yang mereka pahami sebagai tempat berpijak kaki raja di atas singgasananya.

Kursi merupakan pijakan kaki raja di atas singgasananya

Dalam penerjemahan Bahasa Arab, peluang kegagalan penerjemah membawa makna asli yang diharapkan bahkan lebih besar lagi. Itu karena Bahasa Arab terlalu kaya untuk diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih miskin kosakata. Pengguna bahasa Jawa, Sunda, Batak dan bahasa daerah lain kadang kesulitan menemukan kosakata bahasa Indonesia yang sesuai bagi kata yang mereka maksud. Itu karena bahasa Indonesia yang relatif lebih muda tidak sekaya bahasa daerah mereka.

Jika kamu (para pengguna Bahasa Indonesia) ingin tahu susahnya menerjemahkan kata ke dalam bahasa yang lebih miskin, coba cari terjemahan yang tepat bagi kata “gemes” dalam Bahasa Inggris!

Tidak ketemu kan? Kukira sekarang kamu memahami mengapa aku tidak mudah percaya pada hasil terjemahan orang lain.

Mungkin dalam Bahasa Indonesia tidak ada kata yang kedekatan maknanya pada haula dan quwwata melebihi daya dan upaya. Tapi sayangnya yang terlintas dalam benakku ketika disebutkan daya adalah rumus power = force x velocity dan ketika disebutkan upaya hanyalah rumus work = force x distance. Tapi apakah memang definisi itu yang digunakan pengguna Bahasa Arab ketika menyebutkan haula dan quwwata? Apakah memang itu yang berada dalam benak Nabi kita ketika pertama kali merangkainya menjadi sebuah kalimat?

TERCETUSNYA HAUQOLAH

Kamu mungkin telah mengenal ekspresi Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaha illa Allah, Allahu Akbar, dan Laa haula wa laa quwwata illa billah sejak akalmu pun belum sempurna sehingga kesan kalimat-kalimat itu tidak lagi terasa dalam hatimu. Tapi kalimat itu lahir sebagai ekspresi rasa yang menggelegak dalam dada.

Ekspresi semacam itu tidak dapat begitu saja muncul tanpa gejolak rasa yang tak sabar untuk dinyatakan. Dan karena kata-kata hanyalah kendaraan bagi pemahaman dan rasa, orang yang mendengar suatu kata diharapkan memahami dan merasakan hal yang sama dengan mereka yang berkata.

Untuk memahami kalimat-kalimat dzikir di atas dan merasakan perasaan yang sama dengan mereka yang mengalami lalu mencetuskan kalimat-kalimat dahsyat tersebut, baiklah kita dengarkan bagaimana kalimat-kalimat yang dijadikan dzikir para malaikat itu tercetus.

Dalam kitab Tanbihul Ghafilin karya Abu Al-Layts Al-Samarqandi rah.a dikatakan bahwa Abdullah bin Abbas ra meriwayatkan bahwa:

Ketika Allah menciptakan Arsy, Dia memerintahkan kepada sejumlah malaikat untuk memikulnya. Kemudian, mereka merasakannya sebagai sebuah beban yang berat. Karena itu Allah berfirman kepada mereka, “Katakanlah subhanallah.” Lalu, para malaikat mengucapkan kalimat itu hingga ringalah beban pikulan mereka. Sejak saat itu mereka mengucapkan kalimat “subhanallah” tersebut sepanjang zamannya sampai kemudian Allah menciptakan Nabi Adam as.

Ketika Allah menciptakan Adam, Adam as tiba-tiba bersin. Allah mengilhamkan kepadanya agar mengucapkan “Alhamdulillah”. Adam pun mengucapkannya (Segala puji sekaligus syukur hanya milik Allah). Usai Adam mengucapkan kalimat tersebut, Allah kemudian menjawabnya dengan kalimat, “Yarhamukallah: semoga Allah menyayangimu. Dengan rahmat serta kasih sayang sajalah maka aku menciptakanmu.” Para malaikat kemudian berkata, “Ini adalah kalimat yang sangat agung, karena itu ia tidak layak untuk dilalaikan.” Mereka pun kemudian menggabungkan kalimat ini dengan kalimat sebelumnya, sehingga mereka membacanya menjadi “subhanallah walhamdulillah.” Dengan dua kalimat ini terasa lebih ringan bagi mereka memikul ‘Arsy. Kemudian dua kalimat ini mereka sebut-sebut dalam zikir mereka sampai Allah swt mengutus Nabi Nuh as.

Umat Nabi Nuh as adalah umat pertama yang menyembah berhala dan menjadikannya sebagai tuhan. Kemudian, Allah swt mewahyukan kepada Nuh as untuk menyampaikan pada kaumnya kalimat, Laa ilaha illa Allah. Tiada ilah selain Allah. Nabi Nuh pun dengan penuh taat menyampaikan kalimat tersebut kepada kaumnya. Mendengar kalimat ini para malaikat merasa sangat berbahagia. Mereka kemudian menggabungkan kalimat terakhir ini dengan dua kalimat sebelumnya, sehingga mereka membaca sepanjang waktu kalimat-kalimat, “subhanallah walhamdulillah wa laa ilaha illa Allah.”

Kemudian Allah mengutus Nabi Ibrahim as. Ketika Allah mengutus Nabi Ibrahim as dan memerintahkannya untuk berkorban dan menyembelih seekor domba sebagai ganti putranya Isamil as seketika itu dia berkata “Allahu akbar” sebagai ungkapan rasa senang dan gembira. Para malaikat pun berkata, “Sungguh indah kalimat yang keempat ini.” Dan, mereka pun menggabungkan kalimat ini dengan tiga kalimat sebelumnya, sehingga mereka membaca sepanjang zaman kalimat-kalimat: “subhanallah walhamdulillah wa laa ilaha illa Allah wallahu akbar.”

Ketika riwayat ini disampaikan oleh malaikat Jibril as kepada Nabi Muhammad saw dengan nada takjub Nabi saw berkata: “Laa haula wa laa quwwata illa billahil aliyyil ‘azhim” Mendengar kalimat tersebut kemudian malaikat Jibril as menggabungkan kalimat terakhir ini dengan empat kalimat sebelumnya sehingga menjadi, “subhanallah walhamdulillah wa laa ilaha illa Allah wallahu akbar wa laa haula wa laa quwwata illa billahil aliyyil ‘azhim”

Tulisan ini bersambung ke Hauqolah Bukan Lagi Hiasan Lisan (2)