Sedikit atau banyak tulisan ini merupakan lanjutan dari Agama dalam Bahasa Traveler . Jika sebelumnya, kita membahas hidup sebagai perjalan...

Agama dalam Bahasa Pelaut

perumpamaan perahu kapal di lautan kehidupan

Sedikit atau banyak tulisan ini merupakan lanjutan dari Agama dalam Bahasa Traveler. Jika sebelumnya, kita membahas hidup sebagai perjalanan darat, maka kali ini kita akan membahasnya sebagai perjalanan laut. Tentunya ini akan lebih dipahami orang-orang yang lebih lama berada di laut, semisal nelayan, pelaut dan angkatan laut. Apakah kalian siap untuk berlayar?

Sadar atau tidak sadar, manusia telah tercebur dalam lautan kehidupan. Dan sayangnya cukup banyak di antara mereka yang tidak pandai berenang. Mereka tidak tahu hak tetangga, tamu bahkan orang tua mereka, mereka tidak tahu cara memilih teman, cara menghabiskan waktu dan cara mencapai tujuan-tujuan mereka. Singkatnya mereka tidak tahu cara berenang mengarungi lautan kehidupan.

Laut bukanlah tempat yang layak dijadikan tempat menetap. Ia terlalu penuh dengan ketidakpastian dan di atasnya kematian mengintai setiap saat. Karena itu, tidak ada orang yang berada di laut tanpa tujuan. Mereka semua pasti menuju sebuah pulau. Ada yang mencari pulau keselamatan. Ada yang mengejar pulau kebahagiaan. Ada yang menuju pulau kemuliaan. Tujuan-tujuan itu bergantung pada kadar pengetahuan mereka tentang kelebihan masing-masing pulau itu.

Pulau-pulau harapan itu tentunya akan lebih masuk akal bila dicapai dengan sebuah kapal. Dan kapal bagi lautan kehidupan ialah agama. Kamu mungkin memandang dapat mencapai sendiri keselamatan, kebahagian dan kemuliaan tapi sesungguhnya umurmu tidak cukup panjang untuk mengarungi lautan ini tanpa sebuah bahtera. Naiklah ke atas bahtera jika kamu tak ingin berakhir seperti anak Nabi Nuh.

وَهِىَ تَجْرِى بِهِمْ فِى مَوْجٍ كَٱلْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ٱبْنَهُۥ وَكَانَ فِى مَعْزِلٍ يَٰبُنَىَّ ٱرْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ ٱلْكَٰفِرِينَ قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir" Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!" Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 42-43)

Setelah mengetahui pulau yang menjadi tujuanmu dan berada di atas kapal, kamu harus mengetahui cara kapal itu berfungsi dan menentukan arah yang harus dituju.

Jika kapal itu merupakan kapal layar maka kamu harus tahu kapan layarnya harus dikembangkan dan kapan ia harus digulung agar kapalnya dapat melaju. Kata Buya Hamka:

"Kehidupan itu laksana lautan. Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi, dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi."

Tanpa memahami itu, kapalmu hanya akan terombang-ambing ombak. Kamu bergerak maju mundur tapi tidak cantik. Tahukah kamu apa kemudinya dan apa layarnya?

Berikutnya, kamu harus mengetahui arah yang mesti dituju untuk sampai di pulau harapanmu. Bagi mereka yang tidak terbiasa di laut, menentukan arah ini tidak mudah. Tidak ada minimarket, perempatan jalan atau rambu penunjuk arah di laut. Para pelaut biasanya menggunakan benda-benda langit sebagai penunjuk arah. Selama benda-benda langit itu ada, mereka (dan orang-orang yang telah belajar sepertiku) tidak akan kehilangan arah Utara, Selatan, Timur dan Barat.

Saat badai kehidupan menerpa, kamu mungkin kehilangan kendali atas arah yang kamu tuju dan kapalmu pun terkeluar dari jalurnya. Setelah badai itu, amat penting bagimu untuk menemukan matahari, bulan atau bintang untuk dapat mengetahui arah dan kembali ke jalur yang benar.

Matahari langit dan bumi itu ialah Tuhanmu.

مُّبَٰرَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِىٓءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِى ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَٰلَ لِلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nur: 35)

Bulan yang benderang itu ialah Nabimu.

اَلْبَدْرُالْمُنِيْرِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ صَلُّوْاعَلَيْه
"Sang Purnama yang menerangi, tuan kita Rasulullah. Bershalawatlah kamu sekalian ke atasnya!"

Dan bintang-bintang itu ialah sahabat-sahabat rasulullah

أصحابي كالنُّجومِ، بأيِّهم اقتَدَيْتم اهتَدَيْتُم
"Sahabat-sahabatku itu adalah seperti bintang di langit, dari mana saja para sahabat itu kamu ikuti, maka dengan sendirinya akan mendapatkan petunjuk," (Hadits)

Mataharinya mungkin tak dapat terlihat olehmu sebab gelap malam masih menyelimuti. Tapi bulan yang benderang dan bintang-bintang itu telah menjadikan malam ini seperti siang. Meskipun kamu tidak dapat melihat pahala dan dosa, surga dan neraka, tapi Nabi dan para sahabat telah menunjuki dengan amat terang dan jelas mana jalan-jalan yang akan mengantarkanmu pada keselamatan, kebahagiaan dan kemuliaan serta mana jalan-jalan yang akan mengantarkanmu pada jurang kebinasaan dan kehancuran. Gelapnya malam dunia ini telah sirna dengan cahaya mereka. Maka ikutilah petunjuk arah Sang Purnama dan bintang-bintang itu.

Setelah mengetahui arah dan dapat melaju, penting bagimu untuk senantiasa awas agar kapalmu tidak menabrak karang yang menyebabkannya bocor dan karam. Betapapun banyaknya, air laut tidak berbahaya selama ia tidak masuk ke dalam kapal. Begitu juga dunia, betapapun banyaknya selama ia hanya berada di tanganmu maka ia tidak membahayakan. Tapi jika agamamu bocor dan dunia itu terlolos masuk ke dalam hatimu, walau sedikit, maka tolong nyalakan tanda bahaya!

Air laut tidak akan pernah memuaskan dahaga. Makin banyak kamu minum, makin haus kamu jadinya. Jika kamu ingin segala dahaga dalam hatimu terpuaskan, minumlah dari sungai yang jernih lagi segar yang mengalir di bawah surga. Jangan dari laut!

Dan jika ada sekelompok orang yang dengan kebodohannya hendak melubangi dinding kapal, jangan diam saja, cegah mereka! Jika kapal itu berlubang, yang akan tenggelam bukan hanya mereka yang melubanginya tapi juga seisi kapal. Nabi telah bersabda

"Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang diam terhadapnya seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal lalu sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah perahu. Lalu orang yang berada di bawah perahu bila mereka mencari air untuk minum mereka harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas seraya berkata; "Seandainya boleh kami lubangi saja perahu ini untuk mendapatkan bagian kami sehingga kami tidak mengganggu orang yang berada di atas kami". Bila orang yang berada di atas membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu maka mereka akan binasa semuanya. Namun bila mereka mencegah dengan tangan mereka maka mereka akan selamat semuanya."

Aku ingin berbicara tentang mutiara, yaqut, marjan dan permata lain yang bisa kamu dapatkan di lautan kehidupan ini lalu kamu jual dengan harga yang amat tinggi di pulau nanti tapi aku khawatir tulisan ini menjadi sepanjang angan-anganmu. Karena itu, kukira biarlah permata-permata itu kutinggalkan untuk lain waktu.