Hidup adalah perjalanan. Begitulah kata orang-orang meskipun mereka tidak benar-benar mengerti apa yang sedang mereka tuju, rute yang harus ...

Agama dalam Bahasa Traveler

makna hidup adalah perjalanan menurut traveler dan musafir

Hidup adalah perjalanan. Begitulah kata orang-orang meskipun mereka tidak benar-benar mengerti apa yang sedang mereka tuju, rute yang harus mereka ambil untuk tiba di sana, atau teman macam apa yang sebaiknya mereka sertakan agar perjalanan itu menyenangkan.


Kata Nabi: “Jadilah kamu di dunia ini seperti seorang ‘abiris sabil.” Mungkin ada di antara kalian yang lebih suka menerjemahkan ‘abiris sabil sebagai penyebrang jalan, musafir, atau pengembara. Tapi dalam tulisan ini aku akan menerjemahkannya sebagai Traveler. Jika Nabi telah berkata begitu, jelaslah kamu yang tidak pernah kurang piknik tidak akan memahami kehidupan secara utuh. Bagaimana tidak? Kamu tidak tahu apa-apa soal traveling!

Aku sendiri sebenarnya lebih suka agar kamu melakukan perjalananmu sendiri dan mendapatkan semua pemahaman ini sendiri. Membaca tulisan anak gunung atau orang-orang semacam aku ini hanya akan memberi gambaran dalam benakmu tapi tidak beserta rasa dan pemahaman dalam hatimu. Tapi waktu kita sungguh semakin sedikit. Banyak hal akan terjadi tahun ini dan kukira kalian tidak akan sempat duduk santai di warung kopi lagi. Tapi sekarang ini duduklah dengan tenang, aku akan mengajakmu keliling dunia.

Pertama, seorang traveler tahu kemana hendak pergi dan pulang. Pertanyaanku, tahukah kamu kemana kamu sedang menuju sekarang ini? Tahukah kamu kemana kamu akan pulang? Jika tidak, kamu sungguh dalam masalah besar. Saranku, carilah seorang teman yang tahu jalan agar kamu tidak tersesat di jalan kehidupan ini. Kamu tidak mau berakhir dalam hutan rimba yang banyak harimaunya atau jurang yang banyak ularnya kan?

Kedua, seorang traveler tahu persinggahan macam SPBU tidak selalu memiliki toilet yang layak (apalagi nyaman) tapi mereka tidak menganggap itu sebagai masalah. Mereka memandang toilet sebagai keperluan bukan tujuan. Asalkan toilet itu tertutup dan punya air yang cukup untuk bersuci, maka itu sudah amat sangat disyukuri. Begitu pula harusnya kita di persinggahan bernama dunia ini.

Orang yang menyadari bahwa hidup ini adalah perjalanan dan dunia ini adalah persinggahan tidak akan menganggap fasilitas-fasilitas hidup di dunia ini sebagai masalah. Besar atau kecil, baru atau lama, bagus atau jelek, asalkan dapat menunaikan hajat maka itu sudah cukup. Tidak perlu di hotel dengan springbed yang bagus, halaman sebuah masjid sudah cukup untuk meluruskan kaki dan punggung traveler yang butuh istirahat. Tidak perlu rumah dan perabotan baru yang mengkilap, asalkan bisa untuk berteduh dan menutup aib dari mata tetangga maka selebihnya adalah bonus.

Berikutnya, tidak ada traveler yang salah mengira tempat persinggahan sementara sebagai rumah. Itu sebabnya kita tidak pernah mendapati seorang pelancong dari kampung membeli sofa dan pajangan lalu menghiasi sudut SPBU. Jika traveler sebodoh itu memang ada, tentulah ia akan kaget setengah mati ketika seluruh penumpang dipanggil pak supir kembali ke dalam bus untuk melanjutkan perjalanan. Dan akhirnya, habislah uangnya untuk sofa dan lukisan yang ujung-ujungnya tidak bisa ikut naik ke atas bus.

Kuharap tidak ada di antara kalian yang meniru jejak si bodoh itu dalam perjalanan kehidupan kita ini. Mereka menghabiskan modal waktu dan pikiran mereka untuk sesuatu yang akhirnya akan ditinggalkan di dunia ini. Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan ke alam berikutnya tanpa modal atau bekal yang harusnya dipersiapkan di persinggahan sebelumnya. Semua itu karena mereka memandang dunia ini sebagai rumah. Semua itu karena mereka memandang kita akan tinggal di sini untuk waktu yang lama. Naudzubillahi min dzalik.

Ketiga, traveler yang baik memiliki peta dan mampu membacanya. Atau kalaupun tidak mampu membaca peta, ia membawa tour guide yang mampu membacakan peta itu untuknya. Adapun peta petunjuk jalan kehidupan kita ini adalah Al-Qur’an.

Inilah kitab itu, tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 2)

Peta jalan itu menunjuki kita kepada rute tercepat untuk sampai pada tujuan-tujuan kita. Konyolnya, orang-orang yang tidak mengerti Bahasa Arab membaca peta yang diturunkan dalam Bahasa Arab itu tanpa terjemahan. Akibatnya, peta itu hanya jadi lantunan berpahala bagi mereka, bukan jadi petunjuk selamat mengarungi kehidupan. Begitulah hingga akhirnya mereka tetap memandang jalan salah yang mereka ambil sebagai jalan yang benar dan akhirnya tersesat. Padahal setiap hari mereka berdoa, “Berilah kami petunjuk menuju jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)

Jika setelah membaca terjemahannya pun kamu belum tahu arah yang harus dituju, periksalah dirimu. Boleh jadi kamu bukan orang bertaqwa yang ciri-cirinya disebutkan dalam dua ayat berikutnya. Boleh jadi kamu tidak percaya kepada yang tidak dapat kamu inderai, boleh jadi kamu belum establish the connection, boleh jadi kamu belum bagi-bagi sebagian hal yang dititipkan padamu, boleh jadi kamu masih lebih cocok disebut orang munafik ketimbang orang beriman, boleh jadi kamu gak bener-bener yakin adanya hari akhir. Periksalah!

Sembari memeriksa diri, ketahuilah bahwa kamu senantiasa dapat meminta bantuan seorang pembaca peta yang tidak hanya mengetahui jalan yang lurus tapi telah berada di atas jalan yang lurus itu. Dan orang itu adalah Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:

يٰسۤۚ وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍۗ

Ya Sin. Demi Al-Qur’an yang penuh dengan hikmah, sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) benar-benar termasuk orang-orang yang diutus. (yang berada) di atas jalan yang lurus." (QS. Yasin: 1-4)

Kamu dapat membaca sabda-sabda beliau untuk memahami peta jalan hidupmu ini lebih baik. Kalaupun itu tidak cukup kamu dapat menemui orang-orang yang telah mewarisi ilmu beliau.

Dan tahukah kamu apa itu jalan yang lurus? Tahukah kamu apa sebenarnya shirathal mustaqim yang akan mengantarmu ke puncak tujuan-tujuanmu itu?

Bukankah Aku telah berpesan kepadamu dengan sungguh-sungguh, wahai anak cucu Adam, bahwa janganlah kamu mengabdi kepada setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Dan mengabdilah kepada Aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Yasin: 60-61)

Keempat, traveler tidak membawa baju lebih dari tiga pasang dan buku lebih dari tiga buah. Semua barang-barang yang sebenarnya tidak perlu hanya akan membebani pundakmu sendiri di perjalanan. Dan itu sungguh sangat merepotkan, terutama bila kamu harus berjalan kaki. Kalaupun harus membawa pulang sesuatu, mereka akan membawa batu permata langka yang mahal, bukan batu-batuan tanpa nilai apalagi kotoran-kotoran dalam tas mereka. Pertanyaannya, barang-barang macam apa yang kamu kumpulkan dalam hatimu di kehidupan dunia ini? Emas murni, batu, atau sampah dunia? Jika mengumpulkan itu semua melelahkan, kuharap bayarannya setimpal.

Kelima, tidak seorang pun dari pendaki gunung mau naik helikopter, diturunkan di puncak gunung lalu menunggu teman-temannya di atas sana. Itu karena setiap mereka tahu bahwa keasyikan mendaki gunung bukanlah berada di puncaknya tapi dalam pendakiannya. Pemenang kompetisi tahu piala yang ia menangkan baru dapat dibanggakan setelah perjuangan yang boleh jadi amat melelahkan. Karena itu, orang memandang dirinya sebagai seorang musafir tidak lupa untuk menikmati perjalanan hidupnya.

Mereka menikmati setiap pendakian tanpa mengeluh dan menertawakan setiap penurunan seperti anak kecil yang meluncur di perosotan. Mereka sadar setiap naik dan turunnya jabatan dan saldo ATM hanyalah lika-liku yang kelak akan membuat perjalanan itu layak diceritakan pada akhirnya.

Pertanyaannya: tahukah kamu pendakian macam apa yang sungguh dapat dibanggakan di puncak kehidupan ini kelak?

فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ وَمَآ أَدْرَىٰكَ مَا الْعَقَبَةُ فَكُّ رَقَبَةٍ أَوْ إِطْعٰمٌ فِى يَوْمٍ ذِى مَسْغَبَةٍ يَتِيْمًا ذَا مَقْرَبَةٍ أَوْ مِسْكِيْنًا ذَا مَتْرَبَةٍ
Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar. Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? (Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya), atau memberi makanan pada hari terjadi kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat.” (QS. Al-Balad: 11-16)

Sungguh masih ada banyak pelajaran kehidupan yang dapat kamu petik dari seorang traveler. Tapi, ajaklah aku traveling sepekan atau dua pekan. Demi Allah, kamu akan mendapatkan pelajaran yang mengubah hidupmu!

mendaki gunung belajar agama dan kehidupan