Sekarang ini kukira berburu tidak lebih dari sekadar hobi. Tapi dulu berburu sempat menjadi sebuah cara manusia menghidupi keluarganya. Tak ...

Agama dalam Bahasa Pemburu

permisalan kuda dan anjing pemburu dalam kehidupan manusia

Sekarang ini kukira berburu tidak lebih dari sekadar hobi. Tapi dulu berburu sempat menjadi sebuah cara manusia menghidupi keluarganya. Tak heran jika para ulama terdahulu menjelaskan agama dalam bahasa para pemburu.

Kebaikan, satu-satunya mata uang yang tetap berlaku setelah mata uang lainnya mati, adalah buruan setiap orang. Kita semua adalah pemburu kebaikan dan sebagaimana pemburu lainnya kita memiliki kuda untuk mengejar buruan-buruan itu dan seekor anjing untuk menangkapnya.

Kuda yang kita kendarai untuk berburu kebaikan itu adalah raga kita ini. Tanpa raga yang memadai akan sulit bagi kita untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan. Kita tidak bisa membantu seorang tua menyebrang jalan jika kita sendiri buta. Kita tidak bisa memberi isyarat agar sebagian harta peninggalan kita digunakan untuk membangun rumah makan gratis jika terus menerus koma. Dan kita tak mampu berdiri dalam shalat jika kaki kita sakit parah. Itu sebabnya menjaga raga ini sepaket dengan perburuan atas kebaikan-kebaikan.

Adapun anjing yang kita lepaskan untuk menangkap kebaikan-kebaikan itu adalah nafsu. Tidak seperti kuda yang relatif lebih mudah dikendalikan, anjing yang digunakan untuk berburu biasanya lebih liar. Itu sebabnya kita butuh sebuah tali kekang untuk mendapat manfaat darinya. Tanpa tali kekang itu, bukannya mendapatkan manfaat, bisa saja kita malah celaka akibat gigitan anjing itu.

Seperti itu pula nafsu kita. Nafsulah yang menjadikan kita bersemangat mengejar kebaikan-kebaikan. Jika tidak ada nafsu, mungkin kita tidak beranjak dari tempat tidur kita. Itu karena kita sendiri memiliki ketertarikan lain (sebut saja Kebenaran). Dalam Al-Qur’an, kepada nafsulah surga dijanjikan sebab itu kesukaannya.

Ya ayyatuhan nafsul muthmainnah,

Tapi jika kita tidak mengekangnya dengan akal, maka nafsu bisa menjadi tidak terkendali dan bukannya menangkap kebaikan-kebaikan, ia malah mencelakakan kita. Makan tentu bermanfaat bagi tubuh tapi jika nafsu dibiarkan makan apapun yang ia ingin sebanyak yang ia suka maka bukannya malah sehat kita justru akan sakit. Hubungan badan tentu diperlukan untuk berketurunan tapi melakukannya tanpa menghiraukan batasan-batasan justru akan menghambat tumbuh kembang fisik dan mental kita sendiri.

Saat dilepaskan untuk menangkap buruannya, anjing ini tak berbeda dari anak panah yang melesat dari busurnya. Tanpa seni menahan sampai bidikan tepat ke arah sasaran, anak panah hanya akan terbuang sia-sia. Dan seni inilah yang disebut dengan kesabaran.

Jika nafsumu hendak marah, itu tidak masalah tapi bersabarlah. Maksudnya, tahanlah kemarahan itu hingga ia tepat sasaran. Jika alasannya belum pas, tahan dulu. Jika ia masih mungkin dibela, tahan dulu. Jika waktunya belum tepat, tahan dulu. Jika semua sudah pas, maka ukuranlah kadar kemarahan itu harus dilepaskan. Jika tidak, maka lepasnya kemarahan itu tidak akan mengubah apapun.

Terakhir, pemburu yang baik tahu betul harga buruannya. Pemburu burung tidak akan menghabiskan waktu dan memenuhkan keranjangnya dengan burung-burung yang tidak ada harganya. Setelah mereka akan penuhkan keranjang mereka dengan burung-burung yang berharga tinggi barulah mereka mulai berburu burung-burung yang harganya lebih murah.

Pertanyaannya, dengan apa kita mengisi keranjang waktu kita? Dengan kebaikan-kebaikan bernilai besar, kebaikan-kebaikan kecil, kegiatan yang tak bernilai meskipun boleh-boleh saja, atau jangan-jangan kegiatan yang hanya akan jadi beban yang memberatkan kita sendiri pada akhirnya?