“Kapan mau mulai pakai jilbab dek?” aku bertanya. Sebenarnya mereka kesal sekali saat ditanyakan pertanyaan seperti itu. Bagi mereka ...

Mana Duluan Dijilbab Hati atau Kepala

mana duluan dijilbabin hati atau kepala alasan seseorang menanggalkan melepaskan jilbab

“Kapan mau mulai pakai jilbab dek?” aku bertanya.

Sebenarnya mereka kesal sekali saat ditanyakan pertanyaan seperti itu. Bagi mereka mungkin jilbab lebih mirip songkok atau konde yang kesannya sangat tua karena lebih sering dipakai ibu mereka yang sudah tua dan nenek-nenek yang uzur. Kesannya sangat jauh dari kata modis, gaul dan energik seperti semangat muda mereka yang masih menggelora. Tapi seperti biasa mereka sangat pandai menyembunyikan kejengkelannya. Sambil tertawa kecil mereka mengeluarkan jawaban pamungkasnya, “Aduuhh bang... Hatinya belum dijilbabin.” Berusaha bersikap sewajar mungkin, kemudian secepat kilat mereka alihkan pembicaraanku ke topik lain (yang mereka rasa lebih aman).


Kalau sudah begitu cara mereka menjawab, aku langsung mengerti bahwa mereka bukanlah orang yang senang diingatkan tentang agama, khususnya jilbab sebagai pakaian yang harusnya mereka kenakan. Setelah jawaban ‘menunggu hatinya dijilbabin’ itu biasanya aku hanya mengikuti alur pembicaraan mereka dan tidak lagi menyinggung apakah cara mereka berpakaian sudah benar atau belum.

Sebenarnya dalam hati aku juga bersyukur. Apa jadinya jika cewek-cewek seperti ini tampil dengan jilbab? (soalnya kelakuan mereka benar-benar parah). Bisa malu kita sebagai umat muslim kalau kelakuan cewek cantik berjilbab ini masih kayak setan. Padahal jilbabnya udah turun sampai menutup badannya tapi ketawanya masih cekikikan, kalau duduk di angkot masih menggunjing orang dan sama cowok masih doyan gandengan tangan. Akhirnya cuma bikin citra islam jadi lebih jelek.

Kalaupun kita paksa berjilbab, bisa-bisa mereka malah memakai jilbab modis. Padahal jilbab itu bukannya malah membuat penampilan mereka seperti seorang muslimah tapi lebih mirip dengan biarawati katolik atau yahudi. Kasihan juga umat lain dibuat mereka. Tapi apa benar harus tunggu imannya bagus dulu baru seseorang mulai mengenakan jilbab? Mana yang sebaiknya lebih dulu dijilbabin, hati atau kepala? 

SEBUAH BUKU TIDAK BISA DINILAI DARI SAMPULNYA

Salah satu alasan klasik yang paling sering mereka gunakan ketika kita mulai memaksa mereka untuk berjilbab adalah, “Belum tentu orang yang di luar kelihatannya baik dalamnya juga baik, dan belum tentu orang yang diluar kelihatannya jelek dalamnya juga jelek.”

Apa yang sebenarnya ingin dia katakan adalah, “Biarlah aku tidak berjilbab, walaupun kelihatannya jelek di matamu. Aku ingin kau tahu, tidak semua orang yang luarnya jelek hatinya jelek pula.” Tentu saja yang mereka katakan benar tapi sayangnya mereka hanya mengatakan sebagian kebenarannya.

Tentu saja. Emangnya kenapa kalau orang yang luarnya baik belum tentu dalamnya baik? Masbuloh? Apa lantas itu membuatmu jadi ragu untuk terlihat baik? Waduh gak ngerti ya? Baiklah biar kusederhanakan untukmu, gini...

Coba tanya sama mereka yang tidak berjilbab untuk apa mereka sekolah. Mereka pasti menjawab supaya bisa mencari kerja. Lalu tanyakan lagi, “Emangnya setiap orang yang sekolah pasti diterima kerja gitu?” tentu saja jawaban aslinya tidak. Buktinya masih banyak lulusan S1 yang masih pengangguran tapi mereka pasti menjawab, “Kan cuma sedikit yang gak diterima. Lagi pula seenggaknya kan kita berusaha, supaya peluang kita diterima lebih gedhee.”

Sekarang kalian boleh bilang, “NAH ITU TAHU!!” Walaupun tidak bisa kita jamin orang yang penampilannya baik itu dalamnya pasti baik, setidaknya kita tahu bahwa sebagian besar diantara mereka baik. Katakan pada mereka, “Kalau kalian tetep sekolah padahal 15% sarjana jadi pengangguran, harusnya kalian tetep berjilbab walaupun 10% gadis berjilbab hatinya gak bagus. Kemungkinannya kan kecil. Lagi pula jilbab ini kan usaha, supaya kita lebih dekat kepada perbuatan baik, sikap yang baik dan menghindarkan kita dari berlaku buruk dan teman yang buruk.”

Kalau mereka masih menolak untuk berjilbab. Jelaslah bagi kita, bahwa alasan mereka itu cuma mereka karang-karang saja. Pada dasarnya mereka punya alasan lain untuk menghindari jilbab dan agama. Mau bagaimanapun kita mengatakan bahwa sebuah buku tidak bisa dinilai dari covernya, tetap saja seseorang selalu menilai buku dari covernya. Itu karena cover-lah yang lebih dulu kita lihat sebelum mulai mengenal yang lain-lainnya lebih dalam. Ini juga sudah kujelaskan lebih detil di catatan Menilai buku dari Sampulnya.

Para perempuan yang menjawab seseorang tidak bisa dinilai sampulnya ini pun tahu, bahwa sebenarnya seseorang memang pertama kali dinilai dari sampulnya. Itu sebabnya mereka tidak berani untuk tampil seadanya, dengan piyama, rambut acak-acakan, dan tidak mandi saat menghadiri interview kerja lalu mengatakan pada calon bosnya, “Hei bos, kinerja seseorang tidak bisa dinilai dari penampilannya!” Aku benci Mrs. Double Standard. 

SEMUA DIMULAI DARI DALAM

Bisa kukatakan cewek dengan alasan seperti ini masih lebih mending daripada cewek double standard diatas. Cewek-cewek yang menggunakan alasan ini terdengar lebih intelek. Seharusnya, jika kalian bisa menjelaskan dengan baik mengapa mereka harus mulai mengenakan jilbab sekarang, mereka akan langsung mengenakannya.

Cewek yang menjawab begini punya alasan yang sedikit lebih logis. Mereka beranggapan bahwa segala sesuatu harus dimulai dengan proses, bukan sesuatu yang dapat berubah tiba-tiba. Semua harus dimulai dari dalam diri kata mereka.

Cewek-cewek ini beranggapan bahwa perempuan-perempuan yang sekarang berjilbab itu karena sejak dari sono-sononya emang udah keturunan keluarga yang berjilbab. Mereka membayangkan keluarganya islami banget gitu, bapaknya jenggoten, temen-temennya baik-baik semua, gak pernah ada yang cakap kotor, sekolahnya di pesantren atau seenggaknya di MAN, pokoknya sempurna lah..

Padahal nggak gitu juga kalee... Kenyataannya, para gadis berjilbab ini mungkin saja awalnya dipaksa sekolahnya untuk mengenakan jilbab. Tentu saja ia juga merasa gerah dan kepanasan tapi karena belum begitu banyak mendapat pengaruh lagu dan pengaruh TV dan Disney untuk melawan orang tuanya, mereka dengan mudah mengabaikan cobaan rasa panas dan gatal itu... kemudian mulai terbiasa mengenakan jilbab. Setelah itu barulah di sekolahnya mereka belajar dan mengerti mengapa memakai jilbab itu penting.

Begitulah, tidak semua hal harus dimulai dari dalam hati. Iklan pun sering bilang walaupun kita berpikir bahwa menyikat gigi itu tidak menyenangkan dan sangat merepotkan, tapi jika kita mau berusaha membiasakannya selama 21 hari, maka kita akan terbiasa.

Aku sendiri mengakui memang ada orang-orang yang berubah secara pelan-pelan seperti ini. Contohnya saja Irene mantan biarawati. Ia adalah salah seorang yang masuk Islam secara perlahan. Pertama ia mulai merasa tertarik dengan surah Al-Ikhlas, kemudian ia meneliti artinya. Pelan-pelan ia mendalami seluruh ajaran islam lainnya. Setelah dirasanya cocok barulah ia menyatakan masuk Islam dan mengucap kalimat syahadat. Tapi mau berapa lama kalau mau menunggu, ntar keburu mati lho.

Sama seperti usaha, jika kamu tidak mulai berjilbab sekarang dan terus saja menunggu hingga waktu yang tepat, percayakan kalau tidak akan pernah memulainya. All you need is an action!


Yang perlu kalian yang tidak berjilbab lakukan sekarang hanyalah memulai. Coba tahankan diri kalian menahan ejek teman-teman kalian tiga hari saja. Kalian bilang saja, “dipaksa mamak”, “wasiat nenek” atau alasan lain semacamnya jika mereka bertanya. Dengan begitu saja seharusnya kalian sudah untung. Kalian harus ingat Bang Irhas pernah bilang,

“Walaupun kamu tidak mendapat kebaikan dari baju yang kamu kenakan itu. Setidaknya ia telah menghindarkanmu dari keburukan dan kemaksiatan.”

Kalau dipikir, ada benernya juga lho. Coba bayangin kalau kamu udah pake baju yang longgar dan menutup bentuk tubuh kamu, terus kamu juga udah pake jilbab yang panjang yang nutup sampe ke dada, poni kamu juga udah gak keliatan lagi. Kalau udah tampilannya begitu, pastinya kamu malu dong untuk ngupil di depan umum, ya kan? Kamu juga bakal hati-hati berbicara dan bersikap di tempat umum kayak angkot atau bis kota. Dan gak mungkin aja kamu pergi ke tempat-tempat maksiat kayak diskotik dengan jilbab itu, ya kan?

Tuh kan, baru make jilbab aja untung segitu untungnya. Bayangin betapa anggunnya penampilan kamu jadinya, gara-gara sebuah kain yang kamu letakkan diatas kepalamu.


Dan gak hanya itu, buat kamu yang suka sial dapet cowok yang gak bener. Dengan jilbab kamu akan memfilter cowok-cowok asongan ini. Dengan jilbab kamu akan mulai menarik laki-laki yang baik ke dalam kehidupanmu. Sedikit sekali berandalan yang mau deketin gadis berjilbab, mereka lebih suka cewek yang paha dan lekuk tubuhnya diobral gratis buat mereka. (baca: cewek murahan)

Dengan jilbab kamu juga akan mulai menarik teman-teman yang baik yang bisa menyemangatimu untuk jadi lebih baik lagi dan menjauhkanmu dari teman-teman lamamu yang suka mengajak ke tempat maksiat. Jika kamu bingung, coba baca catatanku Mengapa Aku Harus Buang Teman-Teman Lamaku?


Intinya adalah, suka tidak suka kamu memang harus memulai. Rasa suka atau tidak suka itu wajar. Di dunia ini selalu ada malaikat dan setan yang mengajak ke kanan dan ke kiri. Kalau kamu termasuk orang yang kurang dekat dengan agama wajar saja kalau kamu bingung, mana yang benar dan mana yang salah. Jadi ketika kamu tahu kebenaran itu datang, kamu hanya perlu mencoba dan memulainya. Satu hari saja, kalau tidak tahan tambah dua hari lagi, kalau belum tahan juga tambah empat hari lagi, kalau masih belum juga tambah delapan hari lagi, berikutnya berikan hatimu kesempatan untuk memilih.

Aku yakin di sekitarmu masih ada orang-orang yang bisa membantu dan kamu tanyai jika kamu memang punya kemauan. Kalau pun tak ada, setidaknya kamu pasti masih punya hati kecil. Dengarkanlah, maka kamu akan tahu mana yang benar dan salah.

Jadi apa kamu masih mau menunggu untuk berjilbab? Atau kamu bisa mulai sekarang? Karena perubahan bukan untuk ditunggu tapi dimulai.