Hari ini saya akan bicara satu pandangan pribadi saya yang mungkin sangat tidak populer mengenai orang-orang non-muslim. Yaitu, pandangan sa...

Tidak Semua Non-Muslim Masuk Neraka?

apakah orang kafir non-muslim pasti masuk neraka

Hari ini saya akan bicara satu pandangan pribadi saya yang mungkin sangat tidak populer mengenai orang-orang non-muslim. Yaitu, pandangan saya bahwa “Tidak semua non-muslim berakhir di siksa dalam neraka” Saya harap teman-teman tidak buru-buru menghukum saya atas pandangan saya tersebut. Kepada para ustadz, saya berharap agar saya tidak dibiarkan jika saya ini tersesat dan pandangan saya ini menyesatkan.

Pandangan saya: “Walaupun mungkin tidak semua, ada orang-orang non-muslim yang bisa saja diampuni Allah dan Dia masukkan ke dalam surga” merupakan buah pikiran yang muncul dalam benak saya setelah merenungi ayat-ayat Al-Qur’an yang saya baca menggunakan daya nalar yang amat terbatas ini. Saya amat menyadari kekurangan saya dalam banyak disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk memahami Al-Qur’an. Itu sebabnya saya berharap tulisan ini akan memicu munculnya orang-orang yang dapat mengantarkan saya pada pemahaman yang lebih lurus.

Pandangan itu bermula dengan firman Allah yang dipandang sebagian sahabat amat menenangkan dan memberi harapan:

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصٰرٰى وَالصَّابِــِٕيْنَ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang sabi'in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS Al-Baqarah: 62)

Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati adalah frase yang Allah gunakan untuk menggambar penghuni surga kepada Nabi Adam ketika beliau pertama kali diturunkan. Baca surah Al-Baqarah ayat 38.

Apabila ada diantara orang-orang non-muslim yang masuk neraka maka itu adalah karena kemusyrikan atau kekafirannya. Karena dua golongan inilah yang dipastikan Allah dalam Al-Qur‘an kelak akan berada dalam neraka.

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ

“Sungguh, orang-orang yang kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka itu adalah sejahat-jahat makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)

Jadi, seorang non-muslim, termasuk di dalamnya ahli kitab, tidak serta merta masuk neraka karena tidak mengikuti jalan hidup kita ini. Yang masuk neraka di antara mereka dimasukkan ke dalamnya karena kekafiran mereka. Jika ada di antara ahli kitab itu yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta beramal shalih, maka perhatikan surah Al-Baqarah ayat 62 yang telah dikutip di atas tadi. Tidak sedikit pun rasa takut ada pada mereka dan tidak pula mereka bersedih.

Adanya golongan orang-orang yang beriman dan golongan orang-orang yang kafir di antara ahli kitab ini bukan pula pinter-pinteranku sendiri aja. Itu sesuai dengan firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 113:

لَيْسُوْا سَوَاۤءً ۗ مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ اُمَّةٌ قَاۤىِٕمَةٌ يَّتْلُوْنَ اٰيٰتِ اللّٰهِ اٰنَاۤءَ الَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُوْنَ

Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud.” (QS. Ali Imran: 113)

Jadi, sekali lagi, jangan buru-buru menegaskan seorang non-muslim dipastikan masuk neraka. Selain karena itu bukanlah pandangan yang didukung dengan dalil, memastikan orang yang beragama selain agama kita pasti masuk neraka adalah termasuk perbuatan orang Yahudi yang dicela Allah dalam Al-Qur‘an:

قُلْ إِن كَانَتْ لَكُمُ ٱلدَّارُ ٱلْءَاخِرَةُ عِندَ ٱللَّهِ خَالِصَةً مِّن دُونِ ٱلنَّاسِ فَتَمَنَّوُا۟ ٱلْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَٰدِقِينَ وَلَن يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًۢا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِٱلظَّٰلِمِينَ

Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) negeri akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginkanlah kematian(mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan menginginkan kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah:94-95)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Pada zaman Bani Israil dahulu, hidup dua orang laki-laki yang berbeda karakternya. Yang satu suka berbuat dosa dan yang lainnya rajin beribadah. Setiap kali orang yang ahli ibadah ini melihat temannya berbuat dosa, ia menyarankan untuk berhenti dari perbuatan dosanya.

Suatu kali orang yang ahli ibadah berkata lagi, 'berhentilah berbuat dosa.' Dia menjawab, 'jangan pedulikan aku, terserah Allah akan memperlakukan aku bagaimana. Memangnya engkau diutus Allah untuk mengawasi apa yang aku lakukan.' Laki-laki ahli ibadah itu menimpali, 'Demi Allah, dosamu tidak akan diampuni olehNya atau kamu tidak mungkin dimasukkan ke dalam surga Allah.

Kemudian Allah mencabut nyawa kedua orang itu dan mengumpulkan keduanya di hadapan Allah Rabbul ‚Alamin. Allah swt berfirman kepada lelaki ahli ibadah, 'Apakah kamu lebih mengetahui daripada Aku? Ataukah kamu daoat merubah apa yang telah berada dalam kekuasaan tanganKu.' Kemudian kepada ahli maksiat itu Allah berfirman, 'Masuklah kamu ke dalam surga berkat rahmatKu.' Sementara kepada ahli ibadah itu dikatakan, 'Masukkan orang ini ke neraka.'”

Harap diingat bahwa yang dicela dalam hadits di atas bukanlah amar ma‘ruf nahi munkar yang dilakukan si ahli ibadah tapi kelancangannya mengatur Allah mengenai apa yang dimiliki oleh-Nya. Semoga Allah menghindarkan kita dari perbuatan semacam itu.

Aku yakin sekarang kamu punya pertanyaan, jika non-muslim itu tidak otomatis menjadi kafir, lalu...

APA SEBENARNYA KAFIR ITU?

Kafir secara bahasa berasal dari kata ka-fa-ra yang berarti menutup. Karena petani itu menutup benih dalam tanah, maka di Arab petani juga disebut sebagai kafir. Jika tidak percaya coba lihat surah Al-Hadid ayat 20, perhatikan bagaimana para ulama menerjemahkan kata Kuffar!

Secara istilah, aku cenderung memandang kufur sebagai lawan dari kata syukur. Orang yang syukur nikmat adalah orang yang menggunakan nikmat yang diterimanya sesuai kehendak yang memberi nikmat. Maka dari itu, dapat kita maknai orang yang kufur nikmat sebagai orang yang tidak menggunakan nikmat sesuai kehendak.

Jika seorang anak yang baru saja diberi handphone mengucapkan “syukran” (berterima kasih) kepada orang tuanya atas handphone itu sepanjang hari, maka anak itu belum dapat dikatakan bersyukur kepada orang tuanya. Bahkan, jika dengan handphonenya itu si anak malah main game sepanjang hari dan enggan memenuhi panggilan orang tuanya, si anak layak disebut kufur nikmat. Itu karena dia tidak menggunakan handphone itu untuk pembelajaran sebagaimana yang dihendaki orang tuanya tapi malah lalai dari perintah orang tuanya karena handphone pemberian orang tuanya itu.

Dalam surah Al-Mulk ayat 23 Allah berfirman:
Katakanlah: 'Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati. Tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.” (QS. Al-Mulk: 23)

Allah telah memberimu telinga, mata dan hati tapi sedikit sekali kamu menggunakan semua itu untuk apa yang dikehendaki Allah. Bukannya bersyukur, kamu malah kufur. Allah menghendaki agar dengan telinga, mata dan hati itu kamu mengenali tanda-tanda-Nya dan mendapat petunjuk (untuk kembali pada-Nya) TAPI KAMU MALAH MENUTUP SEMUANYA. Kamu menutup telinga dari para pemberi peringatan. Kamu menutup mata dari tanda-tanda kebesaran Allah. Dan kamu menutup diri dan hatimu dari karunia dan rahmat yang Allah turunkan.

Perilaku menutup diri inilah yang menurut saya merupakan definisi atas kekufuran, sehingga kita tidak dapat menyebut seseorang sebagai seorang kafir sebelum dia diajak kepada agama.

Nah, sekarang coba periksa diri kita sendiri, jangan-jangan kita sendiri lebih kufur ketimbang tetangga kita yang non-muslim, naudzubillah. Jika tetangga non-muslim kita bersedia mendengar pandangan kita tentang kehidupan setelah mati, sedangkan kita sendiri enggan mendengarkan seorang muslim hanya karena mengira ilmunya tak lebih dari sekumpulan hadits-hadits dhaif, coba jawab, siapakah yang menutup telinga, mata dan hati sebenarnya? Siapakah yang kufur terhadap nikmat Allah sebenarnya? Siapakah yang kafir sebenarnya?

Dan tahukah kamu,

SIAPA MUSYRIK ITU SEBENARNYA?

Aku tidak akan berpanjang-panjang sekali ini. Syirik secara bahasa berarti penyerikatan/penyekutuan. Secara istilah, syirik berarti penghambaan seseorang kepada dua tuan/pemilik sekaligus atau lebih, yakni Allah dan selain Allah.

Menjadikan Allah sebagai pemilik otoritas atas diri kita tidaklah cukup bagi-Nya. Dia ingin agar Dia menjadi SATU-SATUNYA pemilik otoritas atas diri kita. Dia tidak suka disuruh bersekutu (berbagi kepemilikan itu) dengan istri kita, anak-anak kita, bos kita, pekerjaan kita, harta benda dunia dan hawa nafsu kita sendiri. Dia benci diduakan oleh hamba-hamba-Nya melebihi kebencian kita diduakan oleh kekasih kita.

Dalam suatu hadits qudsi Allah berfirman bahwa langit dan bumi tidak dapat menampung kebesaran-Nya tapi hati orang berimanlah yang mampu menampung-Nya. Dapatkah kamu bayangkan betapa istimewanya hati orang beriman itu? Hati itu mungkin ibarat sebuah ruang khusus dalam rumahmu yang kamu dan kekasihmu sajalah yang dibolehkan memasukinya. Nah, sekarang bagaimana perasaanmu jika ternyata kekasihmu sendiri yang memasukkan orang lain ke dalam ruang khusus itu? Bagaimana perasaanmu jika kekasihmu itu kamu dapati tengah berduaan dengan orang lain dalam ruang khusus itu? TENTU SAKIT KAN?

Sekarang ketahuilah, kejahatan macam itulah yang tengah kamu lakukan kepada Dzat yang paling mencintaimu selama ini ketika kamu masukkan anak dan istrimu ke dalam hatimu. Penduaan macam itulah yang selama ini kamu lakukan ketika kamu beri tempat bagi kotoran bernama dunia ini di dalam hatimu.

Selama kamu masih merasa dirimu punya bagian untuk memiliki dan mengatur dirimu sendiri, selama itulah kamu menyekutukan Allah dengan dirimu sendiri. Jika demikian, janganlah kamu tambah dosamu dengan mengaku, “Aku hanya mengabdi kepada Allah” karena sebenarnya kamu mengabdi kepada Allah dan dirimu sendiri. Allah tidak menghendaki adanya penyekutuan walaupun kamu memberi-Nya 99% saham atas dirimu sedangkan 1% sisanya kamu tahan atau serahkan kepada pihak yang lain.

Jadi, sekarang dapatkah kamu merasa tenang? Masih dapatkah kamu mengklaim bahwa surga itu khusus milikmu saja? Masih dapatkah kamu mengklaim pasti akan dikeluarkan dari neraka setelah beberapa waktu?

Sekarang pahamkah kamu sakitnya disebut kekal dalam neraka?