Pada tahun 2020 lalu, dalam sebuah penelitian sekelompok gagak dan sekelompok balita diuji dengan tes kecerdasan yang sama yang disebut  del...

Gagak dan Ukuran Kecerdasan

gagak pengendalian diri ukuran kecerdasan sumber wunc(dot)org

Pada tahun 2020 lalu, dalam sebuah penelitian sekelompok gagak dan sekelompok balita diuji dengan tes kecerdasan yang sama yang disebut delayed gratification. Hasilnya menunjukkan bahwa ternyata gagak tidak kalah cerdas dibanding balita. Karena kita tidak pernah berharap makhluk tak berakal mampu menunjukkan kecerdasan, sedikit saja hewan tertentu menunjukkan ciri kecerdasan, secara umum kita akan terkesima dan menyebutnya sebagai hewan yang (relatif lebih) cerdas.

Penelitian tentang gagak itu membuat bertanya-tanya, apakah aku sendiri akan lulus jika diuji dengan delayed gratification itu? Who knows? Jangan-jangan aku (yang memandang diriku pintar ini) tidak lebih cerdas dari seekor gagak?


TES DELAYED GRATIFICATION

Secara formal, Delay of gratification is a measure of self-control and involves obtaining a more valuable outcome in the future by tolerating a delay or investing a greater effort in the present. Delay of gratification adalah ukuran pengendalian diri dalam rangka meraih hasil yang lebih berharga di masa mendatang dengan bersabar atas penundaan atau mengerahkan usaha lebih pada masa sekarang.

Aku pun mencari tahu cara melakukan tes itu dan mendapati bahwa ia dapat dilakukan dengan mudah. Jika kamu ingin melakukan tes itu terhadap kucingmu, tanyakan saja pada kucingmu satu pertanyaan: “Kamu mau dikasih makan ikan bawal bakar ini sekarang atau dikasih chicken cordon bleu deluxe kesukaanmu 10 porsi tapi besok?”

Kalau dia bilang, “chicken cordon bleu deluxe aja deh, besok juga ga apa-apa, tapi beneran 10 porsi kan?” Itu berarti dia kucing yang pintar. Kalau dia gak bisa menahan diri dari sedapnya aroma ikan bawal bakar yang ada di depan matanya, berarti kucingmu gak punya pengendalian diri.

Dan karena dalam penelitian di atas dijelaskan bahwa: self-control underlies cognitive abilities such as decision making and future planning, pengendalian diri menjadi dasar bagi kemampuan kognitif seperti pengambilan keputusan dan perencanaan masa depan, kita bisa simpulkan bahwa kucingmu itu bodoh. (kecuali kucingmu itu memang sudah hapal betul bahwa majikannya ini tukang tipu binatang)

Singkatnya, individu yang cerdas adalah individu yang bisa mengendalikan dirinya untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dalam jangka panjang.

Dengan definisi inilah kita menganggap bodoh orang yang menghabiskan semua uangnya untuk kesenangan sesaat. Dan dengan definisi ini pula kita memandang orang yang menyisihkan sebagian uangnya untuk investasi sebagai orang yang cerdas.

Lebih jauh, semakin panjang seseorang berpikir ke depan semakin cerdas ia menurut definisi kita di atas. Karena itu benarlah Nabi Muhammad (saw) ketika beliau berkata:

“Yang paling cerdas di antara kamu adalah yang paling banyak mengingat mati dan paling banyak mempersiapkan diri menghadapinya.”

YANG PALING CERDAS

Semua setuju bahwa seseorang yang menghabiskan hadiah lotre 70 milyar yang baru ia dapatkan untuk kesenangannya satu hari adalah orang bodoh. Orang yang menggunakan sebagiannya saja (katakanlah 20 milyar) untuk kesenangannya satu bulan, lalu menggunakan sisanya untuk investasi bisnis yang diproyeksikan akan menghasilkan keuntungan 10% dari modal tiap bulan sampai sekurang-kurangnya 50 tahun mendatang tentulah kita sebut lebih cerdas dari orang pertama.

Tapi lebih cerdas lagi orang yang menggunakan modal yang ia miliki untuk menghasilkan keuntungan yang lebih panjang lagi. Jika ada sebuah bisnis (dari pihak yang diyakini dapat dipercaya) menawarkan keuntungan keuntungan sekecil-kecilnya 10x lipat dari modal untuk jangka waktu yang tidak terbatas, maka bisnis semacam itu lebih layak jadi prioritas ketimbang bisnis penuh resiko yang hanya dapat bertahan beberapa tahun. Sehingga, orang yang memilih bisnis semacam ini ketimbang bisnis lainnya adalah orang yang paling layak mendapat predikat paling cerdas.

Artinya, orang yang menginvestasikan kelebihan uangnya untuk fakir, miskin, janda dan anak yatim, (baik yang meminta-minta maupun menjaga kehormatannya) lebih cerdas ketimbang mereka yang menginvestasikannya untuk bisnisnya sendiri.

Dan karena modal utama kita bukanlah uang tapi umur (yang ±70 tahun ini), artinya, orang yang menghabiskan 90% dari waktunya untuk hal-hal yang dapat berguna pada kehidupan abadi setelah mati lebih cerdas ketimbang mereka yang hanya menggunakan sisa-sisa dari waktu mereka untuk itu.

jamaah tabligh mengorbankan waktu dan harta untuk tersebarnya agama dan pengalamannya contoh orang cerdas sesungguhnya

Jadi, berapa banyak dari waktu kita yang kita investasikan untuk hal-hal yang permanen dan berapa banyak dari waktu kita yang kita habiskan untuk hal-hal yang sifatnya sementara? Atau singkatnya, seberapa cerdas kita?

PENUTUP

Aku kira kalian bisa mengambil kesimpulan kalian sendiri. Di bagian akhir ini, aku ingin katakan bahwa kita tidak selayaknya mengira bahwa kita ini lebih cerdas dari gagak hanya karena kita ini punya akal. Karena Qabil pun belajar dari gagak ketika hendak menguburkan saudaranya.

Akal yang membedakan kita dari hewan-hewan ini adalah makhluk yang paling dicintai Allah karena ia dapat menghadap dan membelakang yang dengan menghadapnya ia layak atas hadiah dan dengan membangkangnya ia layak atas hukuman. Memiliki akal tidak otomatis menjadikan kita makhluk yang cerdas. Hanya ketika kita menggunakan akal ini untuk mengusahakan kesenangan kita jangka panjanglah kita layak disebut cerdas. Jika setelah penganugerahan akal ini, kita masih lebih tertarik untuk kesenangan rendah dan jangka pendek, benarlah bahwa kita ini tidak lebih cerdas dari seekor gagak tak berakal.