Ada agama yang mengatakan Tuhan itu satu. Ada agama yang mengatakan Tuhan itu banyak. Ada agama yang mengatakan Tuhan itu tidak ada. Sebenar...

Perbedaan Banyak Tuhan Tiap Agama

cara manusia beragama di hadapan tuhan dan kekuatan maha besarnya

Ada agama yang mengatakan Tuhan itu satu. Ada agama yang mengatakan Tuhan itu banyak. Ada agama yang mengatakan Tuhan itu tidak ada. Sebenarnya mana yang benar? Kali ini bukan itu yang akan kubahas. Aku hanya ingin mengatakan bahwa pembagiannya sebenarnya bukan cuma tiga kelompok jika kita membedakan kata Tuhan dari kata tuhan sebagaimana yang kulakukan di tulisan Bicara tentang Tuhan. Jenis-jenisnya jauh lebih banyak.

Dalam tulisan ini aku hendak menjelaskan beberapa di antaranya beserta contoh agama di dunia yang kukira sesuai dengan masing-masing jenis agama itu.


Sebelum lanjut aku ingin menegaskan kembali definisi yang kugunakan pada tulisanku sebelumnya.

Tuhan adalah kata yang kugunakan untuk menyebut sebab pertama, yakni apa/siapapun yang pertama kali memulai semua yang ada (termasuk: manusia, kehidupan dan alam semesta). Sedangkan tuhan adalah suatu apapun yang dijadikan sesembahan oleh seseorang. (penjelasannya lebih lengkapnya bisa didapatkan di Bicara tentang Tuhan)

Hanya saja, dalam tulisan ini dan mungkin banyak tulisan berikutnya, aku ingin mengganti penggunaan dua kata ini dengan dua kata yang lebih universal, yakni Rabb dan Ilah. Dua kata yang kuambil dari bahasa Arab ini kupandang lebih baik dari dua kata bahasa Indonesia yang biasanya kugunakan karena beberapa alasan:
  1. Dua kata bahasa Indonesia yang biasa kugunakan, Tuhan dan tuhan, hanya dapat dibedakan dalam tulisan. Adapun dalam ucapan kita tidak punya cara untuk membedakan huruf kecil dan huruf kapital sehingga aku khawatir ini akan menimbulkan kerancuan.
  2. Makna dari dua kata bahasa Indonesia yang biasa kugunakan tidak digunakan secara umum oleh orang-orang yang berbahasa Indonesia. Aku sendirilah yang membedakan penggunaan keduanya. Adapun orang-orang yang berbahasa Indonesia secara umum mereka tidak membedakan makna dari keduanya. Sedangkan dua kata bahasa Arab itu memang telah dikenal memiliki makna yang dekat dengan apa yang kudefinisikan di atas. Kata Rabb dekat maknanya dengan caraku mendefinisikan kata Tuhan yang kutuliskan di atas sedangkan kata ilah dekat maknanya dengan caraku mendefinisikan kata tuhan.
  3. Bahasa Indonesia mungkin lebih bagus dari Bahasa Inggris dalam membedakan padi, beras dan nasi. Sedangkan Bahasa Inggris lebih bagus dalam membedakan road, street, highway. Tapi karena kali ini yang kita butuhkan adalah sebuah bahasa yang kaya dan akurat dalam kosakata agama dan ketuhanan maka bahasa tua yang secara luas mempengaruhi peradaban manusia ini adalah jawabannya.

JADI APA ITU RABB DAN ILAH?

Rabb adalah sebuah kata yang punya tiga makna: 1) Pencipta, 2) Pemilik, 3) Pemelihara. Ketika Nabi Yusuf mengatakan bahwa ia tidak ingin mengkhianati Rabbnya yang telah berlaku baik kepadanya, maka orang yang mendengar kata-kata beliau itu memahami kata Rabb itu dalam makna kedua, yakni Pemilik, karena status Nabi Yusuf saat itu memang seorang budak belian. Dalam bahasa Indonesia kita biasa menyebutnya dengan kata bos/majikan. Ketika kamu berdoa “Warhamhuma kama rabbayani shagira” Dan sayangilah keduanya sebagaimana keduanya merawatku waktu kecil, maka makna kata rabb yang kamu gunakan dalam doa itu adalah makna ketiga, yakni pemelihara. Dari ketiga makna ini, jelas bahwa kata Rabb ini lebih cocok digunakan untuk mewakili apa yang kusebut sebab pertama.

Sedangkan ilah adalah sebuah kata yang maknanya sama persis dengan apa yang telah kudefinisikan bagi kata tuhan. Ilah adalah sesuatu yang dijadikan sesembahan, ditinggi-tinggikan, diagung-agungkan, diharap-harap kebaikannya, dihindari kemurkaannya, dan dilakukan sesuatu untuk membuatnya senang.

Jadi, bagaimana aku mengelompokkan agama-agama di dunia ini berdasarkan cara pandang mereka atas Rabb dan ilah ini?

SATU RABB SATU ILAH

Kelompok pertama ini adalah orang-orang yang mengaku hanya ada satu Rabb dan menjadikan-Nya satu-satunya ilah. Mengakui hanya ada satu Rabb maksudnya meyakini bahwa hanya ada satu pihak tunggal dengan kehendaknya Dia membolak-balik keadaan, menciptakan surga, neraka, langit, bumi, dan manusia. Itu diikuti dengan meyakini mustahil bahwa segala yang ada ini dimulai dari dua atau lebih pihak yang ada sebelum segalanya. Menjadikan-Nya satu-satunya ilah maksudnya adalah menjadikan Rabb yang tunggal itu sebagai satu-satunya sesembahan, yakni pihak yang diharap-harap restu dan kebaikannya, dikhawatirkan murka dan keburukan darinya, serta dilakukan sesuatu untuk membuatnya senang.

Satu-satunya contoh yang kutahu dari kelompok ini adalah orang-orang yang menyebut diri mereka muslim.

SATU RABB BANYAK ILAH

Kelompok kedua ini adalah orang yang mengaku hanya ada satu Rabb tapi menganggap ada pihak selain Rabb tunggal itu yang juga layak dijadikan ilah. Orang-orang dalam kelompok ini meyakini bahwa Rabb itu satu-satunya pihak yang memulai semua ini dan satu-satunya pihak yang kehendaknya tak dapat dihalangi. Hanya saja, mereka menganggap ada pihak tertentu (seringnya yang dianggap “anak kesayangan” Sang Rabb) yang jika mereka berhasil dapatkan kasih sayangnya, maka ia akan dapat membela mereka di hadapan Sang Rabb.

Berbeda dengan kelompok pertama yang sibuk mengikuti arahan Rabb mereka, kelompok kedua ini sering didapati lebih sibuk mengusahakan kasih sayang si “Anak Kesayangan” ketimbang mengikuti arahan Rabb mereka. Secara pribadi, aku menduga hal itu dilakukan karena mengambil hati si “anak kesayangan” dipandang lebih gampang ketimbang menuruti arahan Sang Rabb yang seringnya tidak sesuai dengan kehendak pribadi si hamba.

Secara pribadi aku memandang: seorang hamba harusnya tidak memiliki kehendak pribadi semacam itu. Ketika kita mengakui satu pihak sebagai Rabb alias bos/master/majikan kita, maka kita sebenarnya menyatakan bahwa kita tidak lagi memiliki apapun, termasuk diri kita sendiri. Bagaimana bisa orang yang tidak memiliki dirinya tiba-tiba memiliki kehendak (apalagi yang bertentangan dengan kehendak bos/master/majikannya)? Tidakkah pengakuannya itu layak disebut palsu?

Contoh dari kelompok kedua ini adalah Hindu. Dalam kitab suci agama mereka jelas disebutkan bahwa Rabb itu tunggal, tidak punya gambar, bentuk atau keserupaan dengan suatu apapun. Tapi mereka juga terang-terangan melakukan peibadatan/pengabdian/pemujaan/penyembahan terhadap beberapa tokoh suci, tokoh cahaya atau tokoh yang dianggap lebih dekat dengan Rabb itu.

SATU RABB TIADA ILAH

Kelompok ketiga ini meyakini pasti hanya ada satu pihak yang merupakan pihak paling kuasa di alam ini. Hanya saja mereka menolak untuk memilih satu pihak untuk dipuja, ditinggikan, diagungkan, termasuk Sang Rabb.

Alasannya banyak tapi sependek pengetahuanku itu adalah karena mereka tidak tahu bagaimana Rabb itu hendak diibadahi, bagaimana mereka menjadikan diri mereka seperti yang Rabb itu mau. Ketidaktahuan itu seringnya dilandasi oleh keyakinan bahwa Rabb itu tidak mungkin telah menghubungi seorang manusia untuk memberitahu apa yang Dia kehendaki. Akibatnya, mereka menolak siapapun yang mengaku sebagai utusan Rabb itu untuk manusia.

Secara pribadi aku memandang, seorang manusia tidak mungkin tidak memiliki ilah. Kalaupun seseorang mengaku tidak tunduk pada aturan apapun atau siapapun, itu karena ia tidak sadar bahwa ia sebenarnya sedang menuruti kehendak bosnya, istrinya, komunitasnya, atau sekurang-kurangnya kehendak nafsunya sendiri.

Contoh dari kelompok ketiga ini adalah orang-orang yang mengaku ateis atau agnotis.

BANYAK RABB SATU ILAH

Kelompok keempat adalah orang yang sebenarnya mengaku hanya ada satu Rabb dan satu ilah. Tapi dalam prakteknya mereka menjadikan pihak lain sebagai Rabb mereka. Menjadikan satu pihak sebagai Rabb berarti menganggap pihak itu memiliki otoritas untuk mengatur.

Contoh dari kelompok ini adalah Yahudi. Kaum yahudi menganggap rahib-rahib mereka berhak menentukan mana yang boleh, mana yang tak boleh. Ini berbeda dengan cara umat Islam memandang hakim-hakim di negeri mereka karena umat Islam memang diperintahkan oleh Rabb mereka untuk mematuhi para pemangku urusan mereka sehingga tunduknya umat Islam pada keputusan hakim-hakim itu sejatinya merupakan ketundukan pada Rabb mereka juga, bukan pengakuan atas otoritas hakim-hakim itu untuk membuat aturan.

BANYAK RABB BANYAK ILAH

Kalau yang terakhir ini rasanya tak perlu kujelaskan lagi. Sependek pengetahuanku contohnya adalah umat Kristiani.

Tentunya pembagian ini ditulis dari sudut pandangku yang notabene seorang muslim. Bagaimana menurutmu adakah yang perlu ditambahkan? Tulis pendapat kalian ya!