“Jangan ikut campur deh!”  “Kalau gue mau bunuh diri ya terserah gue, orang badan badan gue!”  “Kalau aku mau berjilbab atau nggak, i...

Mereka yang Tidak Suka Diingatkan

“Jangan ikut campur deh!” 

“Kalau gue mau bunuh diri ya terserah gue, orang badan badan gue!” 
“Kalau aku mau berjilbab atau nggak, itu bukan urusan kau!” 
“Kalau aku mau buang ini makanan atau aku bakar, ya itu kan hak aku! Terserah aku dong!” 
“Kau urus aja urusanmu, Aku urus urusanku sendiri, jangan ikut campur.” 

Teman-teman pasti sudah pernah mendengar setidaknya satu dari kata-kata diatas. Aku sendiri menyebutnya kata-kata racun. Kenapa bisa racun? Itulah yang akan kubahas di posting racun satu ini. 

Sebelumnya aku mau bilang bahwa seri posting catatan racun ini sepertinya akan berlanjut, karena menurutku cukup banyak kata-kata racun yang tersebar di dunia (di bumi belahan Indonesia ini khususnya) tapi aku belum ingat, nanti kalau ingat aku tulis. Oke kita mulai.


Sering kali orang menganggap apa yang menjadi miliknya adalah sepenuhnya haknya. Dari sini timbul pemikiran bahwa tentu saja kita berhak penuh untuk menentukan apa yang menjadi nasib sesuatu yang kita miliki. Misalnya kita punya makanan, tentu kita bebas ingin menyimpannya, memanaskannya ulang, meembuangnya, melempar-lemparnya atau memakannya. Tentu kita bebas pula mau kapan ia dimakan, sekarang, ntar lagi, atau tunggu basi. Kebanyakan orang berpikir begitu. Terserah. 

Masalah ini belum terlalu parah dulunya. Yang parah adalah ketika kita mulai memasuki abad modern, yaitu saat dimana pagar memisahkan dua tetangga yang berdekatan. Di abad modern, kita cenderung berpikir individualis. Lo-lo gue-gue, kau-kau aku-aku, there is no us, tak ada yang namanya kita. Kepekaan sosial menjadi berkurang, kepedulian pun menghilang. 

Pada masa seperti inilah kata-kata itu semakin marak digunakan dan semakin populer. Padahal kata-kata itu tadi adalah racun. Setidaknya ada dua alasan mengapa kata-kata itu tidak bisa dibenarkan 

AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR 

Dalam islam ada jaminan bahwa kita harus memiliki kepedulian sosial (kalau di agama lain silakan cari sendiri). Islam memerintahkan kita untuk selalu menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran. 

“Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik dari mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (kafir). (QS Ali Imran: 110)


Andai kata ada orang yang bilang, “Ngapain kau suruh-suruh aku pakai jilbab, mau masuk neraka atau surga itu urusanku.” 

Jawablah, “Masalahnya aku Islam. Aku wajib mengingatkan kalau ada yang berbuat salah. Karena saat tak ada yang mengingatkan orang akan mulai berpikir bahwa itu tidak salah. Aku juga tak mau masuk neraka gara-gara aku gak mengingatkanmu tentang hal ini.” 

Trus misalnya dia jawab gini, “Tapi kenapa sampe maksa gitu sih. Kamu dakwah kok nyebelin, mana ada yang mau sama Islam kalau yang dakwah neyebelin begitu.” 

Jawab aja gini. “Aslinya aku disuruh mencegah kemunkaran dengan tangan, tapi aku gak sanggup nampar kamu, makanya aku cegah dengan lisan, aku gak mau mencegah hanya dengan membenci kamu karena itu selemah-lemah iman. Dan setidaknya kewajibanku untuk mencegah sudah selesai. Kalau kamu gak mau patuh sama Islam karena pendakwahnya nyebelin, maka hari ini cobalah cari yang gak nyebelin. Aku sih gak rugi kalau kamu gak mau pake jilbab sekarang. Masak merajuknya ngerugiin diri sendiri. (masuk neraka)” 



Ya begitulah, Islam memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Tidak ada yang namanya lo-lo gue-gue dalam islam, Islam itu satu seperti bangunan, saling menguatkan satu-sama lain. 

Dalam islam kita mengenal surat Al-Ashr yang menyatakan kita termasuk orang-orang yang merugi kecuali kita saling nasehat-menasehati. Kita juga mengenal amar makruf nahi munkar yang menjadikan kita umat terbaik dari umat lainnya. 

Urusan masuk nerakanya seseorang bukan hanya urusan dirinya sendiri tapi orang di sekitarnya. Seorang wanita saja harus ditanggung jawabi 4 laki-laki, Bapaknya, Anaknya, Suaminya, Saudaranya. 1 yang masuk neraka bisa menarik 4 lainnya juga masuk neraka, serem kan! Makanya kita harus peduli. 

Kalau mau tambahan lagi, coba ingat tsunami Aceh atau gempa di Jogja. Semua itu ya karena kemaksiatan telah meraja lela, tapi tak ada yang mengingatkan. Ketika ada kemaksiatan di kampung kita dan kita tidak peduli, Tuhan akan turunkan azab untuk satu kampung itu, tidak hanya pada orang yang bermaksiat tapi pada semuanya, karena sesungguhnya mereka juga salah karena tidak mengingatkan. 

Aku rasa perlu digalakkan lagi budaya lama kita, untuk mengusir orang yang ketangkep mesum keluar dari daerah kita karena kita takut desa atau kota atau apartemen kita dilaknat Tuhan. 

NYATANYA TIDAK ADA HAKMU YANG BENAR-BENAR SEJATI 

Bagi orang yang suka bunuh diri, kurasa alasan kedua lebih bisa diterima. Siapa bilang, nyawamu itu milikmu sendiri? Kau tidak memiliki apapun! Kau adalah hamba ciptaan Tuhan. Tuhanlah yang memilikimu, dan dia yang berhak atas dirimu. 

Coba bayangkan seorang budak atau sebuah benda yang kita miliki, kita bebas menentukan nasibnya. Begitu pula Tuhan terhadap kita. Dia bisa saja melakukan kita bagaimana pun. Sudah sukur dikasi hidup, pengelihatan, pendengaran dan lidah, mau minta apa lagi? 

Seperti pembuat cerita dalam novel, Tuhan bebas menentukan cerita hidup kita. Tapi sungguh Tuhan Maha Adil Maha Pengasih Maha Penyayang jika kamu percaya. Dia juga memberi kita kesempatan untuk merubah nasib jika kita mau berusaha. Padahal bisa saja Dia masukkan kita ke neraka semuanya karena bosan melihat kita melakukan maksiat yang sama tiap hari. Kurang sayang apa lagi coba? 

Jadi jangan salahkan lagi kalau ada orang yang berusaha menghentikan usaha bodoh bunuh dirimu. Karena mereka ingin menyelamatkan Agama, Jiwa, Harta, dan Keturunanmu

Nyawamu adalah hak Tuhan. Tuhan ingin ia hdup hingga waktu tertentu. Ketika kau memilih untuk mengakhirinya, kau telah bertindak seolah Tuhan dan mengambil hak Tuhan dan hak keluargamu atas dirimu dan hak dunia untuk mendapat kebaikan darimu. SEBURUK APAPUN KEHIDUPAN, KEHIDUPAN SENDIRI ADALAH SESUATU YANG HARUS DISYUKURI. Hanya saja mungkin kau tidak membuka mata cukup lebar untuk dapat melihat semua nikmat yang belum dicabut darimu.