Sekali waktu, pernah aku dipandang oleh orang-orang di sekitarku berbuat salah. Mereka kecewa dengan ketidaksiapanku merelakan milik pribadiku menjadi milik bersama. Padahal menurutku, aku bukannya tidak benar, hanya tidak cukup baik.
Kukira banyak orang agak kesulitan membedakan batasan baik dan benar. Kurangnya pemahaman tentang konsep sederhana ini mengakibatkan kamu memandang salah seorang yang sebenarnya tidak bersalah. Ia juga mungkin mengakibatkan kamu berlebihan menaruh hormat seorang yang sebenarnya hanya tidak jahat. Karena itu, hari ini kita akan bicara tentang baik dan benar.
Aku membayangkan batas benar/salah serta baik/tidakbaik seperti ini
Dengan dua batas itu, seluruh perbuatan kubagi ke dalam tiga bagian: 1) perbuatan baik (yang kutandai warna biru), 2) perbuatan yang tidak baik tapi masih tergolong benar, benar tapi tidak cukup baik (yang kutandai warna hijau), dan 3) perbuatan salah, yakni perbuatan yang tidak hanya berada di bawah standar kebaikan tapi juga standar kebenaran (yang kutandai warna kuning).
Jika kita bicara soal gotong royong membersihkan gorong-gorong, maka contoh yang salah (menurut standar masyarakat) adalah terlambat atau sama sekali tidak hadir dalam kegiatan gotong royong itu, contoh yang benar tapi tidak cukup baik adalah sekadar hadir dan ikut membantu membersihkan gorong-gorong, dan contoh yang tidak hanya benar tapi juga baik adalah hadir membantu plus membawa teh manis dan kudapan yang cukup untuk menggembirakan peserta gotong royong lainnya.
Jika kita bicara soal pakaian laki-laki yang hendak shalat, maka contoh pakaian yang salah (menurut standar agama) adalah celana pendek karena ia tidak menutup apa yang diharuskan ditutup, contoh pakaian yang benar tapi tidak baik adalah celana panjang dan kaos dalam (meskipun telah menutup aurat, kita tahu pakaian yang ia pakai menghadap raja seluruh kerajaan harusnya lebih baik dari pakaian yang ia pakai), sedangkan contoh pakaian yang benar sekaligus baik adalah pakaian yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Secara sederhana kamu boleh katakan batasan kebenaran adalah standar minimal, apa-apa yang harus dan tidak boleh tidak sedangkan batasan kebaikan adalah apa-apa yang bisa menjadi nilai tambah. Dalam bahasa agama, batas kebenaran adalah rukun-rukun serta apa-apa yang wajib sedangkan batas kebaikan adalah apa-apa yang disunnahkan.
***
Dengan memahami konsep ini, kamu tidak akan menyebut tante yang tidak memberimu THR orang pelit. Jika ia tidak memberimu THR, itu hanya berarti ia tidak berbuat kebaikan sebab memberimu THR bukan sebuah keharusan baginya. Singkatnya, yang dilakukannya mungkin tidak baik tapi juga tidak dapat dikatakan salah, perlakuannya masih dapat dibenarkan.
Dengan memahami konsep ini, kamu tidak akan menyebut calon suami Winda sebagai anak yang baik. Sebab ia tidak gemar bersedekah, menebar manfaat, atau menyelamatkan dunia. Ia hanya tidak mabuk-mabukan, tidak main judi dan tidak pemalas. Singkatnya, yang dilakukannya mungkin tidak salah tapi juga tidak dapat dikatakan baik, perlakuannya hanya tidak salah.
Jika kamu berharap tantemu memberimu THR, justru harapanmu itulah yang salah! Dia sama sekali tidak berkewajiban untuk memberimu THR.
***
Jika Bobby tidak membayar gaji Saiful, karyawannya, maka perbuatan Bobby adalah salah. Dan kemarahan Saiful terhadap Bobby dapat dibenarkan. Sedangkan pemakluman dan kemaafan dari Saiful merupakan kebaikan.
Jika Saiful melaporkan Bobby ke polisi, maka tidak seorang pun boleh menyalahkan dan menyebutnya tega kepada Bobby. Itu memang haknya. Dan jika Saiful memaklumi keterlambatan pembayaran gajinya, tidak layak bagi Bobby untuk memandang remeh pemakluman Saiful seolah itu memang hal yang benar, hal yang sudah seharusnya ia lakukan. Itu adalah kebaikan darinya.
Dari ilustrasi Bobby dan Saiful di atas kuharap kalian mengerti menyikapi suatu perlakuan. Terakhir kutambahkan, jika dunia ini dipenuhi orang-orang yang hanya hendak melakukan standar minimal dan apa-apa yang wajib, maka dunia akan kering dari kebaikan. Pertanyaanku, apakah kamu ingin hidup di dunia macam itu?