“ Sedikit pun aku tidak ragu, makhluk yang sejak awal tercipta hina seperti mereka itu mustahil akan mencapai derajat yang tinggi sebagaiman...

Memoar Aku dan Manusia

bagaimana iblis dan setan menyesatkan manusia dari zaman nabi adam

Sedikit pun aku tidak ragu, makhluk yang sejak awal tercipta hina seperti mereka itu mustahil akan mencapai derajat yang tinggi sebagaimana yang pernah aku capai.


Itu sebabnya aku berani menjamin bahwa mereka semua akan dapat disesatkan dari jalan Yang Maha Benar kecuali sedikit saja orang yang benar-benar menghambakan diri hanya pada-Nya. Usaha yang kulakukan untuk membuktikan betapa tidak layaknya mereka itu dimuliakan dimulai dengan menunjukkan kepada seluruh alam bahwa bapak dan ibu mereka tidak lain kecuali makhluk yang serakah akan kekuasaan dan keabadian.

Adam dan seluruh keturunan adalah makhluk yang mampu belajar dengan amat cepat. Karena itu aku masuk melalui rasa ingin tahunya yang tinggi dan membisiki ia perkara-perkara yang tidak ia ketahui. Dengan itu aku berhasil menunjukkan bahwa seluruh fasilitas surga tidak membuat Adam dan istrinya merasa cukup dari apa-apa yang dilarang oleh Allah. Mereka melanggar satu-satunya larangan yang ditetapkan Allah atas mereka karena tergiur oleh kekuasaan dan keabadian yang kuiming-imingkan.

Sayangnya, bukannya membela diri sebagaimana yang kulakukan saat disidang, mereka malah mengakui kesalahan mereka secara penuh dan meraih kasih dan ampunan-Nya. Tapi aku tidak putus asa. Ketika kami bertiga diturunkan ke bumi, aku tahu bahwa pertarungan kami baru saja dimulai.


TURUN KE BUMI

Pahitnya kehidupan di bumi (jika dibandingkan dengan kehidupan surga) membuat Adam dan istrinya benar-benar berhati-hati terhadap gerak-gerikku. Mereka juga menasehati anak-anak mereka, “Siapa yang hidup lurus sesuai petunjuk yang diturunkan Allah, maka mereka akan dapat menemukan jalan kembali ke surga, kampung halaman kalian. Siapa yang menutup mata, telinga dan hatinya dari petunjuk-petunjuk itu, mereka itulah yang akan jatuh ke dalam jurang-jurang neraka dan tak dapat keluar darinya selama-lamanya.”

Tentu akan sulit memalingkan mereka dari cara hidup yang dikehendaki Tuhan jika mereka saling melindungi dan saling berpesan seperti itu. Karena itu, aku berusaha menimbulkan perselisihan dan permusuhan di antara mereka.

Ketika anak Adam tidak menerima kekalahannya dan mendengki kepada saudaranya, suatu perasaan gembira muncul dalam diriku. Akhirnya, ada seseorang yang memahami bagaimana rasanya berada di posisiku. Sayangnya, waktu itu aku belum berhasil membuat mereka saling menumpahkan darah sebagaimana yang dikatakan.

Tapi dosa yang anak itu lakukan itu cukup untuk membuatnya menjauh dari bimbingan ayah dan ibunya. Aku mencoba menimbulkan kebencian dan permusuhan serupa dalam diri anak-anak Adam yang lain tapi itu tidak berjalan lancar. Boleh jadi kehendak untuk membenci itu ada, tapi karena pengaruh lingkungan yang tidak mendukung tumbuhnya kebencian itu menjadi permusuhan, kebencian itu tidak sempat lahir. Karena itu, secara perlahan tapi pasti aku berusaha membangun komunitas yang terbiasa dengan dosa-dosa kecil seperti kelalaian dan malas-malasan dalam beribadah.

Hal itu kulakukan dengan memperkenalkan kepada mereka musik. Alunan nada yang melambungkan khayal ke surga mungkin bukan dosa tapi setidaknya itu menyibukkan telinga mereka dari apa yang seharusnya mereka dengarkan. Semalaman bergoyang di bawah seruling yang kumainkan tentu akan membuat mereka terlalu mengantuk untuk mendengarkan pelajaran-pelajaran di pagi hari.

Ketika anak-anak yang hidup tanpa mengetahui bagaimana cara mengarungi hidup ini tumbuh besar, jadilah mereka suatu komunitas yang sebelumnya aku harap-harapkan. Komunitas yang sesat (cara pikirnya) dan saling menyesatkan.

Di tengah-tengah masyarakat yang bodoh mengenai hukum-hukum Allah itu, keburukan telah dianggap normal. Tapi orang yang benar-benar menjaga diri mereka dari dosa itu masih terus saja bermunculan dan mencoba membuktikan bahwa hidup tanpa dosa bukanlah hal yang mustahil. Karena itu, aku terus meyakinkan masyarakat yang bodoh itu bahwa mereka tidak perlu membenahi apapun, tidak mungkin orang-orang biasa seperti kita dapat menandingi orang-orang suci yang merupakan pilihan Tuhan itu.

Aku terus mengatakan betapa hebat dan tak tertandingi keshalehan orang-orang yang kulabeli sebagai orang-orang suci itu sehingga orang-orang tanpa sadar menggeser kecintaan mereka dari keshalehan yang dilakukan kepada sekadar orang shalehnya saja. Hal itu terus kulakukan hingga ketika orang-orang shaleh itu meninggal dunia, aku berhasil membisiki mereka yang tidak dapat menanggung derita perpisahan untuk membangun sebuah momumen untuk mengenang si orang shaleh yang keshalehannya mereka yakini tidak akan pernah dapat ditiru siapapun juga setelahnya.

Sejauh ini musik telah berhasil menyibukkan telinga mereka dari petunjuk dan kecintaan berlebihan terhadap orang shaleh ini telah berhasil menyingkirkan Yang Maha Pengasih dari hati mereka. Aku telah berhasil membuat jarak antara diri setiap dari mereka dengan agama. Hanya saja, kadang kala pemahaman agama yang baik datang dan menarik mereka yang telah kujauhkan dari agama kembali ke jalan Tuhan. Saat itu aku berpikir, tidakkah dapat manusia diajak menentang hukum-hukum Tuhan tanpa merasa jauh dari agama?


MENCIPTAKAN BERHALA

Bertahun-tahun setelahnya kuhabiskan dengan membuat ibadah menjadi sekadar formalitas (ritual) yang tidak lagi dimengerti asal-usul, makna dan faedahnya. Hingga pada suatu titik, kesempatan itu datang. Seseorang bertanya, “mengapa orang tua kita menyuruh kita berdiri di hadapan patung ini sepekan sekali?” Maka aku menjawab, “Mereka membangun monumen ini untuk mendekatkan diri dengan tokoh-tokoh yang dekat dengan Allah. Kalian harus tahu bahwa tokoh-tokoh ini dengan kedudukan mereka di sisi Allah dapat mendatangkan manfaat atau mudharat kepada siapa yang dikehendakinya. Itulah sebabnya orang tua kita membangunnya dan memujanya.”

Sejak saat itu, aku telah secara resmi memiliki agamaku sendiri.

Sejak aku memiliki agama sendiri, jumlah orang-orang yang tersadar setelah merasa jauh dari jalan Tuhan berkurang secara dramatis. Kini orang-orang yang sebenarnya melanggar hukum-hukum Tuhan pun mengira bahwa mereka telah berlaku sesuai tuntunan agama.

Dengan bantuan jin-jin yang berhasil selamat dari serbuan malaikat dulu, aku bahkan berhasil membuat patung-patung itu tampak berbicara dan memberikan pengalaman rohani yang tak kalah dari apa yang dialami oleh para penyembah Tuhan Yang Maha Esa.


MEMERANGI PARA UTUSAN

Tidak ada yang tahu bagaimana geramnya aku ketika mengetahui bahwa Tuhan menghubungi salah seorang anak Adam dan melantiknya menjadi seorang pemberi kabar yang bertugas menyeru manusia kembali ke jalan-Nya. Dia berkata, “Tidak ada yang layak dipuja sedemikian rupa dan disembah selain Dia yang mencipta, memiliki dan memelihara seluruh semesta.” Sedangkan aku dan bala tentaraku tanpa kenal lelah membisiki orang-orang untuk berkata, “Kami belum pernah mendengar orang-orang sebelum kami mengatakan perkara-perkara yang kamu sampaikan ini. Tentulah perkara penyembahan Tuhan Yang Maha Esa ini hanyalah perkara yang kamu ada-adakan.”

Itu adalah peperangan yang amat panjang. Hampir seribu tahun lamanya utusan itu mengajak orang-orang yang telah kusesatkan untuk kembali kepada agama yang diridhoi Tuhan. Dan akhirnya sungguh mengejutkan! Utusan itu mengangkat tangannya dan Tuhan berkehendak untuk menghabisi mereka yang tidak berhenti menyakiti kekasih-Nya.

Masyarakat yang terbiasa dengan kelalaian yang kuusahakan ribuan tahun lamanya, para penyembah aktif agama yang baru kurintis, semuanya habis disapu oleh murka Tuhan. Hanya mereka yang hidup sesuai petunjuk yang selamat dan masih dapat berdiri tegak di atas bumi. Berpikir bahwa kami harus mengulang semua kesuksesan itu kembali dari awal membuat anak-anakku bergidik. Tapi, aku berkata bahwa ini bukan kegagalan. Semakin banyak manusia yang mati dalam dosa justru semakin bagus.

<bersambung>