Betapa menakjubkan keadaan orang beriman. Apabila ia mendapat kebaikan, ia bersyukur dan dengan syukur itu ia dapat urusannya menjadi baik. ...

Agama dalam Bahasa Kedokteran

agama dalam bahasa kedokteran

Betapa menakjubkan keadaan orang beriman. Apabila ia mendapat kebaikan, ia bersyukur dan dengan syukur itu ia dapat urusannya menjadi baik. Apabila ia mendapat keburukan, ia bersabar dan dengan sabar itu urusannya menjadi baik. Urusannya baik apapun yang terjadi.

Keadaan orang beriman itu berbanding terbalik dengan keadaan orang munafik. Apabila terhalang dan keinginan-keinginan, orang munafik berburuk sangka terhadap Allah. Apabila mendapat nikmat, orang munafik menjadi gelisah karena takut kehilangan. Keadaan mereka persis seperti orang sakit. Bukankah orang sakit hanya merasakan kepahitan bagaimana pun nikmatnya makanan yang masuk ke mulutnya?

فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ ٱللَّهُ مَرَضًا
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya,” (QS. Al-Baqarah: 10)

Untuk dapat merasakan kembali nikmatnya menu yang dihidangkan Allah dalam kehidupan, orang yang imannya tidak sempurna harus berobat. Hal itu dapat ia lakukan dengan mendatangi rumah sakit atau seorang dokter. Rumah sakit itu adalah masjid atau rumah yang didalamnya dibacakan Al-Qur’an dan hadits-hadits rasulullah bagi siapa yang membutuhkan. Sedangkan dokternya adalah seorang wali mursyid yang mengerti mengenai penyakit hati dan cara-cara mengobatinya.

Makanan yang sebenarnya tidak berbahaya bagi orang sehat kadang dapat membuat keadaan orang yang sakit semakin parah. Dunia yang sebenarnya tidak berbahaya dapat jadi membahayakan di tangan orang yang tidak sempurna imannya. Karena itu, kadang-kadang seorang wali mursyid akan menjauhkan orang yang datang kepadanya dari dunia sebagaimana dokter meminta pasiennya berpantang dari makanan-makanan tertentu. Tidakkah kamu pikir dunia itu manis seperti gula?

Orang yang sakitnya tidak parah dapat sembuh dengan satu atau dua kali berobat tapi orang yang penyakitnya sudah parah tidak dapat sembuh tanpa rawat inap. Orang yang terjangkit penyakit kemaksiatan atau kelalaian mungkin dapat sembuh dengan beberapa kali hadir di majelis sang wali mursyid tapi orang yang terjangkit penyakit-penyakit berat seperti kebencian, kedengkian dan kesombongan harus terus membersamai sang wali mursyid jika benar-benar ingin sembuh.

Sebagaimana orang yang sakit harus disiplin minum obat yang kadang-kadang pahit agar segera sembuh, orang yang tidak sempurna iman pun harus disiplin menjalankan terapi yang diresepkan sang wali mursyid (misalnya: dzikir, puasa atau latihan tertentu) jika benar-benar ingin terperbaiki imannya.

Aku mengetahui obat segala penyakit yang rasanya sepahit empedu tetapi penyakit yang dapat diobatinya lebih banyak. Obat itu adalah firman Allah,

ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)

Karena itu obatilah kesyirikan, bid’ah, kekejian, kemunkaran, kebodohan, kelalaian, ketidakpedulian, ketidakmurnian, cinta dunia dan takut mati yang selama bertahun-tahun menjangkitimu dengan keluar di jalan Allah dan meninggikan kalimat Allah dengan harta dan dirimu.