Kamu pasti sudah akrab sekali dengan istilah, Don’t judge a book by it’s cover . Sebuah buku memang tidak bisa dinilai hanya dari s...

Yang Penting Kan Hatinya?

kalau sebuah buku tidak boleh dinilai dari sampulnya kenapa artis dan model majalah dewasa ini berjilbab waktu sidang


Kamu pasti sudah akrab sekali dengan istilah, Don’t judge a book by it’s cover. Sebuah buku memang tidak bisa dinilai hanya dari sampulnya saja. Seorang om-om berkumis belum tentu galak seperti yang kita pikirkan, seorang yang miskin bisa saja memiliki kekayaan hati yang sangat luas dan seorang yang ganteng mungkin saja menyimpan niat busuk dalam dirinya.

Namun bagaimanapun, orang tetap akan menilai buku dari sampulnya. Kalau tidak, kenapa artis, model majalah dewasa dan koruptor berjilbab waktu datang ke persidangan? Bukankah itu membuktikan bahwa orang memang menilai dari penampilan?

Aku sendiri agak malas membeli buku yang sampulnya tidak didesain dengan baik. Sebagus apapun buku itu, tapi jika mataku pedas membaca layout (tata letak) teks dan gambarnya, maka aku tidak akan membelinya. Begitu pula dalam percintaan, sebagus apapun kualitas yang dimiliki seorang lelaki dalam dirinya, ia tetap tidak akan bisa mendapatkan wanita yang dia inginkan jika ia masih terus mempertahankan gaya yang membuat semua wanita ogah berada di dekatnya.

Kamu yang sudah bekerja pasti sangat mengetahui bahwa sebelum melihat seluruh CV dan kualitas pribadimu, terlebih dahulu atasanmu akan melihat tampilanmu secara fisik untuk menilai apakah kamu pantas diterimanya untuk bekerja atau tidak.

Sekarang pasti kamu mengerti kenapa dosenmu memakai dasi, kenapa karyawan KFC itu orang Indonesia semua, kenapa koruptor itu pakai peci, kenapa pula di sidang Anggie mulai berjilbab? Orang menilai buku dari sampulnya.

Jadi, penampilan fisik tidak bisa dikesampingkan.


Dengan kesadaran begitu harusnya kita sadar bahwa promosi yang kita lakukan sekarang benar-benar jelek. Aku sedang bicara tentang Islam. Bukankah kita semua ini (para muslim) adalah cover dari Islam?

Mau bagaimanapun bagusnya ajaran yang kau pegang, kau tetap tidak akan bisa memaksa orang membacanya jika kau sebagai cover dari ajaran itu masih berpenampilan sangat jelek. Kita semua sadar bahwa Islam adalah agama cahaya yang sangat terang, sekarang pertanyaannya adalah apakah kau sebagai covernya telah menjadi cermin yang baik untuk memantulkan cahaya itu atau kau hanya seperti plak yang menutupi kilaunya?

Kau tidak akan bisa memaksa mereka yang non-muslim masuk Islam sementara setahu mereka kalian adalah tukang curi sandal di Masjid, tukang bom bunuh diri, tukang berperang dengan sesamanya dan tukang makan buah-buahan pekong China? Dimana pula harga diri (Izzah) orang Islam ketika para perempuan itu mudah saja disuruh melepas jilbab dan pakai rok mini saat mereka bekerja? Coba angkat derajat Islam, masak yang didemo cuma gaji buruh, coba kalian demo untuk pakai jilbab dan menutup aurat saat bekerja kalau tidak kalian akan mogok kerja! Yang ada, sekarang ini kalian sudah jadi ikut-ikutan mereka pulak yang kegatalan pingin pahanya diliatin cowok terus. Murahan.

Coba kalian pikir, bagaimana bisa para pedagang Arab dan Gujarat membawa islam ke Indonesia tanpa paksaan seperti yang dilakukan para misionaris Kristen? Mereka cuma sendiri atau beberapa orang lho. Bagaimana bisa di GhuangZhou orang-orang China itu masuk Islam, padahal ajaran Buddha sudah cukup bagus juga. Bagaimana pula para Wali Songo menyebarkan Islam di bumi Jawa? Itu semua karena orang-orang yang itu bisa memantulkan cahaya Islam dalam diri mereka. Tak perlu seorang Nabi, cukup satu orang yang menjalankan Islam dengan sebenar-benarnya maka orang akan berduyun-duyun datang masuk Islam.

Satu pertanyaan lagi, berapa banyak tetanggamu non muslim? 50% baiklah, sudah berapa lama kau tinggal bersama mereka? Apa dalam kurun waktu itu tidak ada dari mereka yang berhasil kau buat insyaf? Kau tidak kuminta untuk promosi dan sebar brosur (dakwah), hanya jadi seorang muslim yang baik saja. Ada sebuah cerita,

Seorang turis berjalan-jalan ke negeri Turki. Ia menemukan dirinya kelaparan sehingga ia masuk ke sebuah resto dan makan disana. Setelah puas makan, kenyang dan ingin membayar, si turis bertanya,

“Berapa banyak aku harus membayar untuk ini?”
“Umm.. Tidak usah bayar.”
“What?”
“Ya tidak usah bayar.”
“Tapi kenapa?”
“Adalah kewajiban saya untuk menjamu tamu sebaik-baiknya (setidaknya tiga hari), Sementara saya tidak pernah melihat anda sebelumnya, pastilah anda orang baru disini. Itu artinya anda adalah tamu saya. Tidak apa, tidak perlu bayar.”

Si turis pun memasukkan uangnya kembali ke dompetnya denga penuh keheranan, tempat yang aneh (luarbiasa). “Baiklah” katanya lalu keluar dari resto.

Berikutnya si turis ingin membeli oleh-oleh. Dia pun masuk ke sebuah toko yang cukup ramai dan langsung disambut oleh yang punya toko.

“Anda mau beli disini ya, Sir?” tanya pemilik toko.
“Iya.”
“Oh, tapi maaf. Saya sarankan anda keluar saja dan membeli di toko seberang.”
“But why?”
“Dari pagi tadi toko saya selalu saja ramai pembeli, sementara belum ada satu pun yang membeli dari tokonya. Jadi sebaiknya anda kesana. Barang-barang yang dia jual juga sama bagusnya dengan barang yang saya jual. Jadi saya harap anda tidak keberatan.”

JLEB... Si turis pun menangis lalu bersyahadat menyatakan keislamannya.

Sudah paham kan? Nyatanya dunia memang selalu melihat buku dari sampulnya. Kamu yang perempuan juga selalu menjaga penampilan demi perhatian laki-laki kan, itu karena kamu sadar laki-laki memang melihat kalian dari sampulnya dulu. Padahal kalau dipikir-pikir Untuk apa sih perempuan repot-repot berdandan?

Jadi marilah kita berusaha menjadi yang terbaik dari diri kita sendiri, terus saling mengingatkan dan berusaha menjadi muslim yang sempurna.