Dari Nabi Adam, kita belajar bahwa manusia (dengan kemampuannya berbahasa dan berpikir) mampu belajar dan menjangkau hakikat di balik penciptaan.
Dari Nabi Idris, kita belajar bahwa manusia yang menggunakan akalnya untuk belajar dan menuntut ilmu dapat mencapai kedudukan yang amat tinggi.
Dari Nabi Nuh, kita belajar bahwa Allah suci dari kebutuhan terhadap manusia yang tidak menggunakan akal dan segala yang dianugerahkan kepadanya.
Dari Nabi Hud, Nabi Shaleh dan Nabi Luth, kita belajar bahwa manusia dapat menjatuhkan dirinya sendiri dalam kebinasaan jika tidak mengindahkan petunjuk dan peringatan.
Dari Nabi Ibrahim, kita belajar bahwa manusia dapat menjadi teman dekat Allah dengan mencintai Dia sepenuh hati.
Dari Nabi Ismail, kita belajar bahwa Allah tidak menyia-nyiakan orang yang jujur dan pasrah pada kehendak-Nya.
Dari Nabi Ishaq, kita belajar bahwa Allah dapat saja memberi kabar gembira di luar batas logika.
Dari Nabi Ya’qub, kita belajar bahwa kesedihan dapat menjadi jalan mendekatkan diri yang amat indah jika kita tidak berputus asa dari rahmat Allah.
Dari Nabi Yusuf, kita belajar bahwa perjalanan batin manusia menuju puncak yang gemilang dapat saja penuh liku sebelum mencapai puncaknya.
Dari Nabi Ayub, kita belajar bahwa kesusahan hidup di dunia sama sekali bukan tanda bahwa seseorang dibenci oleh Allah.
Dari Nabi Syu’aib, kita belajar bahwa stabilitas ekonomi termasuk perkara yang diamanahkan Allah ke atas manusia.
Dari Nabi Musa, kita belajar bahwa sirr manusia dapat terhubung bahkan berbicara langsung dengan Allah.
Dari Nabi Harun, kita belajar bahwa kita dapat terus terhubung dengan manusia dengan tutur kata yang lembut.
Dari Nabi Dzulkifli, kita belajar bahwa kesalehan personal bukanlah halangan bagi kesalehan sosial yang dampaknya lebih luas.
Dari Nabi Daud, kita belajar bahwa kekuatan tidak selalu datang dari besi yang tajam tapi bisa saja datang dari kelembutan dan kemerduan puji-pujian yang menghadirkan harmoni.
Dari Nabi Sulaiman, kita belajar bahwa kekuasaan di tangan orang dipenuhi dengan kebijaksanaan dapat menjadi sebab makmurnya seluruh ekosistem.
Dari Nabi Ilyas, kita belajar bahwa manusia dapat hidup seolah melihat langsung Allah meskipun mata ini hanya dapat melihat benda-benda.
Dari Nabi Ilyasa’, kita belajar bahwa generasi penerus yang rohaninya tersambung.
Dari Nabi Yunus, kita belajar bahwa kasih sayang Allah meliputi orang-orang yang lari.
Dari Nabi Zakariya, kita belajar bahwa Allah Maha pengasih terhadap hamba-hamba-Nya yang tidak berputus asa dan mau berdoa.
Dari Nabi Yahya, kita belajar bahwa terjaga dari dosa dan bahkan kesia-siaan bukanlah hal yang mustahil dicapai manusia.
Dari Nabi Isa, kita belajar bahwa dengan menjadikan Dia sebagai satu-satunya sandaran, manusia yang lahir di bumi dapat mencapai derajat penduduk langit.
Dan kutinggalkan hakikat yang dapat dipelajari dari Nabi Muhammad untuk kalian selami sendiri.