Dalam tulisan sebelumnya kita telah sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan yang menciptakan, memiliki dan memelihara setiap alam itulah yang pal...

Bicara tentang Tuhan (2): Bagaimana Kita Mengenali Itu Benar-Benar Dia?

bagaimana cara mencari memilih mengenali agama dan tuhan yang benar sumber: alif(dot)id


Dalam tulisan sebelumnya kita telah sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan yang menciptakan, memiliki dan memelihara setiap alam itulah yang paling layak dijadikan tuhan/sesembahan jika seseorang hendak menyembah sesuatu. Bahkan Dialah satu-satunya yang layak dijadikan sesembahan dan sudah sepantasnya Dia disembah tanpa sekutu. Tapi bagaimana model penyembahan yang harus kita demonstrasikan di hadapannya? Jika ia adalah sebuah pohon tentulah kita paham bahwa ia senang disiram air. Dengan pengembaraan pikiran yang cukup, kita tahu bahwa Dia tidak seperti semua ciptaannya, lantas apa yang Dia butuhkan atau Dia senangi? Lebih jauh lagi, apakah Dia memiliki kebutuhan terhadap sesuatu, mengingat bahkan Dia tidak butuh ruang/tempat (yang notabene merupakan ciptaannya juga). Seperti apa sebenarnya sifat dan karakteristik-Nya?

PARA PENCARI TUHAN

Kalian bukanlah yang pertama dalam pencarian tuhan ini. Dikisahkan ±1500 tahun lalu, empat orang Arab Quraisy bernama Zaid bin Amr, Waraqah bin Naufal, Utsman bin Al-Khuwairits, dan Ubaidillah bin Jahsy menjauh dari kumpulan kaum mereka setelah perayaan suatu penyembahan berhala. Mereka mendiskusikan betapa anehnya kaum mereka yang percaya bahwa berhala-berhala itu layak disembah. Salah seorang mereka berkata, “Tidak mungkin berhala itu (layak) disembah, padahal ia tidak bisa memberikan bahaya ataupun manfaat. Maka carilah cara hidup yang menurut kalian paling benar!”

Maka segeralah mereka keluar dari kampung mereka, berpencar di penjuru bumi, mendalami agama Yahudi dan Nasrani serta seluruh agama lainnya untuk mencari cara hidup (agama) yang paling lurus. Adapun Waraqah bin Naufal, ia masuk agama Nasrani dan mendalaminya, meneliti kitab-kitab mereka, sehingga ia mendapatkan pengetahuan yang luas dalam agamanya itu. Adapun Utsman bin Al-Huwairits, ia datang menemui Kaisar, raja Romawi, kemudian mengikuti agama Kaisar itu dan memperoleh kedudukan terhormat di sisinya.

Adapun Zaid bin Amr, ia diancam dengan kematian oleh seseorang bernama Khattab karena tegasnya sikapnya sehingga ia harus keluar dari kampungnya. Di luar sana, lama ia merenung tentang agama-agama yang ia lihat. Ia tahu pasti bahwa penyembahan berhala itu salah tapi penyembahan yang ia lihat dilakukan oleh orang-orang di luar sana pun ia lihat tidak benar juga. Mereka tidak benar-benar memurnikan penyembahan mereka hanya kepada Allah (nama inilah yang diyakini orang-orang Arab pada masa itu sebagai nama bagi Tuhan).

Ketika di masa tuanya ia berhasil kembali ke Mekah, ia belum juga memilih satu agama apapun. Tidak Yahudi, Tidak juga Nasrani. Ia meninggalkan agama kaumnya, kemudian menjauhi patung-patung, bangkai, darah, hewan-hewan yang disembelih untuk patung-patung, dan melarang mengubur anak dalam keadaan hidup-hidup. Ia berkata, “Aku menyembah Tuhannya Ibrahim!” Mungkin agak mirip dengan sebagian orang yang hari ini berkata, “I believe in God of Spinoza.”

Tidak mungkin saat itu Zaid bin Amr berkata bahwa dia percaya pada Tuhannya Spinoza mengingat saat itu Spinoza belum ada. Lagipula, sifat-sifat yang digambarkan Spinoza ada pada Tuhan tidak sama persis dengan sifat-sifat yang digambarkan Ibrahim – Abraham atau Brahm, siapapun kalian menyebutnya – ada pada Tuhan. Tapi aku ingin katakan bahwa Zaid bin Amr sama dengan kalian yang meminjam istilah yang telah didefinisikan orang lain karena definisi itu beresonansi dengannya juga.

Dalam satu riwayat dari Asma binti Abu Bakar, diceritakan bahwa suatu kali Zaid mengadu, “Ya Allah, andai kata aku mengetahui cara beribadah yang paling Engkau sukai, pasti aku beribadah/menyembahmu dengan cara itu. Namun aku tidak mengetahuinya.”

Lihat betapa tulusnya ia di hadapan Tuhan! Aku sendiri yakin bahwa Tuhan tidak akan menyia-nyiakan ia. Jika kalian tertarik mendengar kisahnya lebih lengkap, ini tautan Youtube yang bisa kalian gunakan http://youtu.be/lmCZCg2OoJg Tapi aku akan melanjutkan kalimatku.

PENANTIAN DI UJUNG JALAN

Karena transendentalnya Dia, adalah tidak mungkin bagi manusia (secara umum) dengan akal dan indera terbatas seperti kita mampu mencapai pemahaman utuh tentang Dia. Jika setelah ribuan tahun kita belum memahaminya ciptaannya secara utuh, bagaimana kita berharap bisa memahami Dia secara utuh?

Setelah sampai di ujung pengembaraannya, (seperti Zaid bin Amr) manusia hanya bisa pasrah dan menunggu kontak dari Dia sendiri untuk melanjutkan perjalanannya. Kalaupun tidak berupa kontak langsung darinya, sebuah SMS atau pesan singkat berisi petunjuk arah yang harus diambil untuk sampai di rumah-Nya pun cukup.

Jika Dia mau, Dia bisa saja mengabaikan manusia yang memanggil-manggilnya ini. Dan sebagai akibatnya selamanya manusia tidak akan mengenal Dia walaupun sangat ingin (mohon diingat tidak ada sesuatu selain Dia yang bisa menahan kehendaknya. Jika Dia berkehendak untuk tidak memberi manusia petunjuk apapun mengenai diri-Nya, maka tidak ada sesuatu apapun yang dapat menjadikan kehendaknya itu gagal. Begitu pula sebaliknya)

Jika mau, Dia bisa saja menjawab panggilan mereka dengan suatu cara, termasuk bicara dalam bahasa yang dimengerti manusia.

Jika mau, Dia bisa saja mengirim utusannya dan menyampaikan apa yang perlu disampaikan lewat utusannya itu. Terserah Dia apakah makhluk yang dijadikan utusan itu salah satu makhluknya yang diciptakan dari gelombang elektromagnetik, makhluk yang diciptakan dari nyala plasma, atau sejenis dengan kita yang tersusun atas unsur-unsur yang terdapat di tanah.

Yang jelas, kita hanya bisa menunggu!

Eh, tapi mengingat bahwa kita bukan generasi pertama umat manusia, sebaiknya kita juga memeriksa, jangan-jangan beberapa generasi sebelum ini telah ada seorang utusan yang Dia angkat sebagai juru bicara. Jangan-jangan hari ini kita telah hidup bersama-sama dengan mereka yang menyembah Tuhan itu dengan cara yang disenanginya. Jangan-jangan tetangga kita adalah orang yang telah hidup damai di bawah petunjuk Dia Yang Paling Tahu tentang alam, kehidupan dan manusia. Who knows?

Dan jika kalian benar-benar berminat untuk melanjutkan perjalanan ini, kalian harus punya bekal pengetahuan cukup untuk membedakan mana jalan hidup yang benar-benar datang dari Pencipta Setiap Semesta dan mana jalan hidup palsu yang dibuat oleh sekelompok penipu untuk kepentingan mereka sendiri.

Sebelum tulisan berikutnya terbit, coba kalian gunakan akal kalian sendiri dan jawab: Tanda-tanda apakah yang pasti hanya ada pada jalan hidup yang benar-benar datang dari Tuhan, Sang Pencipta Setiap Semesta?

Baca bagian terakhir di: Bicara tentang Tuhan (3)

Sumber: