Sebelum memulai aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak tahu cara mengungkapkan betapa aku senang dan berterima kasih atas adanya kamu. Aku mema...

Tanda Bagi yang Beneran Kenal


Sebelum memulai aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak tahu cara mengungkapkan betapa aku senang dan berterima kasih atas adanya kamu. Aku memandang diriku seorang penulis dan seorang penulis butuh sekurangnya seorang pembaca. Kamu bukan hanya penting tapi kehadiranmu menjadikanku mewujud nyata. Jadi, makasi ya…

Kalian yang sudah cukup lama membaca tulisanku pasti mengenali gaya tulisanku. Ada yang mengenalinya dari ritmenya. Ada yang mengenalinya dari panjang dan keriuhan susunan kalimatnya. Ada yang mengenalinya dari frase-frase yang pasti ada dalam tiap tulisanku. Ada juga yang punya tanda-tanda lain yang mungkin tak terkatakan tapi you know it when you see it, “ini tulisan bang Habib!”

Jika entah bagaimana di luar sana kalian menemukan tulisanku dan tanpa membaca nama pengirim tulisan itu kalian langsung kenal bahwa akulah penulisnya, bagiku itu suatu tanda bahwa kalian SUNGGUH MENGENALKU! Dan aku sangat tersanjung dengan itu (andai aku dapat membalas kebaikan kalian)

Orang-orang yang sungguh mengenalku (seperti kalian) tidak butuh melihatku menulis tulisan-tulisan itu dengan mata kepala mereka sendiri untuk yakin bahwa akulah penulisnya. Kalian juga tidak butuh seseorang yang kalian percaya bersaksi, “Aku di sana ketika bang Habib menulis tulisan itu! Percayalah itu memang tulisan dia.” Karena kalian SUNGGUH MENGENALKU lewat tanda-tanda yang ada.

Orang-orang yang tidak mengenalku mungkin melihat tanda-tanda yang sama dengan tanda-tanda yang kalian lihat. Mereka melihat ritme logis dan ritme cepat itu! Mereka melihat bahwa kalimat-kalimatnya panjang dan riuh. Mereka melihat frase-frase favoritku ada dalam tulisan itu. Tapi mereka tidak langsung tahu bahwa akulah penulisnya! Mereka tidak tahu bahwa akulah di balik tulisan itu! Mereka tidak tahu bahwa itu aku! Kenapa? Karena mereka tidak seperti kalian. Mereka tidak sungguh mengenalku.

Demikian pula halnya dengan wajahku. Kalian yang pernah melihatku secara langsung pasti langsung tahu yang mana aku diantara orang-orang dalam foto ini.

Habib Asyrafy dan teman-teman alumni Bengkel Sastra MASTERA Novel 2016

Tapi orang yang belum pernah melihat wajahku sebelumnya, walaupun ia melihat jenggotku, walaupun ia melihat tahilalat di wajahku, walaupun ia melihat rasio tinggi-lebar posturku yang tidak biasa, ia tidak akan tahu yang mana aku. Kenapa? Karena…

Tanda-tanda itu tidak ada gunanya bagi mereka yang tidak mengenal.

Nah, sekarang bisakah kalian menebak arah pembicaraanku? Ya, ini tentang Dia.

Dengan kehendak-Nya yang agung, Dia telah menciptakan kamu dan alam semesta yang menyediakan segala kebutuhanmu agar kamu mengenal-Nya. Dan untuk tujuan itu ia juga telah melengkapimu dengan mata, telinga dan hati agar kamu dapat mengenali tanda-tanda keberadaan-Nya, tanda-tanda ketunggalan-Nya, tanda-tanda kehebatan-Nya.

Tapi adakah kamu mengenali tanda-tanda itu ketika ia sampai kepadamu? Adakah kamu mengalami momen “OHHH, INI PASTI DARI ALLAH!” ketika kamu membaca ayat semisal:
الۤمّۤ غُلِبَتِ الرُّوْمُۙ فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَۙ

“Alif Lam Mim. Telah dikalahkan Bangsa Romawi. Di negeri yang terendah dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang.” (QS. Ar-Rum: 1-3)
... sebagaimana kamu mengalami momen “Ohhh, ini pasti tulisan bang Habib!” ketika kamu membaca tulisanku?

Ayat-ayat dalam bahasa Indonesia berarti tanda-tanda. Itu berarti tiga ayat di atas harusnya menjadi tiga tanda yang membuat kita langsung tahu bahwa kalimat semacam itu tidak mungkin datang dari satu manusia pun di dunia ini (meskipun ia secerdas junjungan kita, meskipun ia sesuci Nabi kita saw)

Jika ketika membaca ayat di atas, ada terbetik dalam benakmu,
  • “Tidak mungkin ada pihak lain yang berani mengklaim tentang kondisi geopolitik dunia dengan peluang sekecil itu selain Yang Maha Tahu, Yang Awal dan Yang Akhir.” atau
  • “Jika ada yang mengatakan Laut Mati (tempat kalahnya Bangsa Romawi saat itu) sebagai tempat paling rendah di muka bumi, pastilah yang berkata itu bukanlah dari golongan mereka yang lahir pada zaman manusia tidak tahu apa-apa tentang kontur permukaan bumi.”
atau terbetik suatu perasaan serupa walau ia tak terkatakan sebagaimana halnya setiap bangsa Arab langsung tahu bahwa susunan kalimat ini tak mungkin datang dari manusia, maka bergembiralah! Itu tanda bahwa kamu benar mengenal-Nya. Karena ...

Tanda-tanda itu tidak ada gunanya bagi mereka yang tidak mengenal.

Herannya, banyak di antara kita malah tidak kenal dengan sesuatu/seseorang yang kita akui telah jadikan sebagai tokoh paling penting dibanding semua yang ada di alam semesta. Kita tidak kenal dengan sesuatu yang kita sembah-sembah, How ridiculous is that?

Aku yakin kalian tidak mau beli suatu benda pun dari penjual yang belum kalian kenal baik, apalagi kalau harganya tidak murah. Kalian pasti sudah kenal, tertarik, tanya-tanya hingga akhirnya percaya dulu sebelum berani merogoh kocek untuk membeli suatu benda. Karena dalam buku ilmu penjualan (yang kudapat dalam buku Wow Selling) memang itulah tahapan yang harus dilalui seorang pembeli sebelum terjadi penjualan.

tahapan perilaku pembeli dalam buku wow selling aware appeal ask act advocate

kenal – tertarik – tahu – percaya – beli – bantu promosi

Tapi lihat dirimu! Kamu bukan hanya menghabiskan uang, kamu menghabiskan umurmu untuk sesuatu yang tidak benar-benar kamu kenali.

Aku tidak menyuruhmu untuk jadi duta shampo lain. Aku hanya memintamu memastikan: apakah shampomu itu memang layak dipercaya. Aku tidak menyuruhmu untuk berhenti percaya, aku hanya memintamu untuk mengenali siapa yang menyuruh dan melarangmu ini dan itu, sebelum kamu menyerahkan diri dan seluruh kehidupanmu untuk diatur olehnya. Karena...

Awaluddini ma’rifatullah. Permulaan agama adalah mengenal Allah. 

Karena hanya setelah mengenal-Nya, perasaan kuat untuk jatuh cinta dan percaya pada-Nya muncul dari dalam hatimu tanpa dibuat-buat, tanpa paksaan. Sehingga, dengan modal rasa percaya itulah kamu akhirnya berani menyerahkan dirimu pada pengaturan-Nya dan dengan pengetahuan itulah keberanianmu untuk menyerahkan diri tidak dipandang sebagai kebodohan layaknya membeli kucing dalam karung.

dan akhirnya mencapai cita-citamu untuk selamat, bahagia bahkan mulia, tidak hanya dalam kehidupan dunia yang sementara ini tapi bahkan sampai pada kehidupan abadi yang selama-lamanya.