يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَٰرَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu bisnis yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?" (QS. Ash-Shaff: 10)
Tawaran tersebut adalah untuk orang-orang yang berada dalam tingkatan alladzina amanu. Adapun orang-orang yang telah berada pada tingkatan al-mukminin, Allah hanya kabarkan kepada kita bahwa mereka sudah deal!
إِنَّ ٱللَّهَ ٱشْتَرَىٰ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَٰلَهُم بِأَنَّ لَهُمُ ٱلْجَنَّةَ ۚ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ ۖ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ وَٱلْإِنجِيلِ وَٱلْقُرْءَانِ ۚ وَمَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِ ۚ فَٱسْتَبْشِرُوا۟ بِبَيْعِكُمُ ٱلَّذِى بَايَعْتُم بِهِۦ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 111)
Adapun manusia yang enggan menggunakan modalnya (waktu/umurnya) untuk bisnis yang Allah tawarkan ini, maka ia sendirilah yang akan rugi, sesuai firman-Nya:
وَٱلْعَصْرِ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr: 1–3)
Bukankah konsep bisnis, jual, beli, untung dan rugi ini sangat mudah untuk dipahami? Lebih jauh, sebagian ulama memisalkan akhirat sebagai modal sedangkan dunia sebagai keuntungan bagi orang beriman. Sebab orang beriman menyelamatkan kehidupan akhiratnya lebih dahulu sebelum mulai memikirkan kehidupan dunia. Sedangkan orang yang tidak beriman menjadikan dunia seperti halnya modal dan akhirat seperti halnya keuntungan.
SEPERTI KUPON
Dekat rumahku ada penyedia air minum yang memberi kupon setiap kali kita beli air di sana. 10 buah kupon itu dapat ditukar dengan segalon air. Yang membuatku kesal ketika kadang-kadang melihat kupon-kupon berserakan di rumah adalah fakta bahwa kupon itu tidak dapat kugunakan di tempat lain. Andai kata aku punya kupon itu sepenuh celengan pun, aku tidak bisa membawa kupon itu ke minimarket untuk ditukar menjadi sesuatu yang lain.
Kekesalanku itu menjalar pada harta benda dunia. Bukankah harta benda dunia ini pun seperti itu? Ia hanya dianggap berharga di suatu lingkungan amat sempit yang bernama dunia ini. Andai kamu telah mengumpulkan harta benda dunia ini sepenuh kecamatan pun, seperti halnya kupon itu, ia tidak akan laku ditukar menjadi apapun ketika kita telah pindah ke alam berikutnya.
Sehingga, mau tak mau kita harus cepat-cepat membelanjakannya. Sebelum waktunya habis.
RASA BERHUTANG
Bahkan kata Diin (agama) sendiri berasal dari kata Dain yang berarti hutang. Itu karena agama lahir dari perasaan berhutangnya seseorang kepada siapapun yang telah menyediakan untuknya fasilitas kehidupan, bahkan kehidupan itu sendiri.
Aku kira ada lebih banyak pemahaman agama yang bisa kita dapatkan dari mereka yang terjun langsung di dunia bisnis. Aku harap ada di antara kalian yang suka membagikan kepahaman itu sehingga kita semua mendapat manfaatnya.
Akhir kata, semoga Allah jadikan kita termasuk orang-orang yang menyadari betapa berhutang kita kepada-Nya dan memberi kita taufik untuk bersegera menukarkan harta dan waktu kita dengan surga-Nya.