Temanmu masuk dan berkata bahwa orang tuamu datang. Kamu percaya. Tapi kamu bertanya-tanya untuk apa orang tuamu datang ke kotamu? Karena itu, meskipun ingin bangkit, kamu tetap bermain.
Seorang temanmu yang lain masuk dan berkata bahwa ia baru saja bertemu dengan orang tuamu di persimpangan. Kamu pun menjadi yakin. Dan itu memberimu cukup kekuatan untuk bangkit dan berjalan ke depan.
Di depan pagar kamu memandang ke arah persimpangan. Di kejauhan, sesosok bayangan yang tampak seperti bapakmu berjalan mendekat. Dari caranya berjalan kamu mengenali bahwa itu memang dia.
Kamu pun berjalan mendekatinya. Bapakmu pun mempercepat langkahnya. Kemudian kamu mulai berlari dan sebelum kamu sadari bapakmu telah berada di hadapanmu.
Kamu pun menyaksikan sendiri tangan, kaki dan wajahnya.
Hanya saja ini bukan tentang kamu dan bapakmu. Ini tentang kamu dan kesaksianmu atas Laa Ilaha illa Allah.
Menyaksikan sesuatu adalah suatu klaim yang berat. Kamu tidak bisa naik saksi bahwa si Budi tidak pernah tidur jika kamu tidak selalu berada di sisinya. Kamu mungkin bisa bilang bahwa kata adiknya si Budi tidak pernah tidur malam dan kamu percaya padanya. Tapi itu hanya akan menjadikanmu seseorang yang percaya atas tidak tidurnya, bukan menjadikanmu sebagai saksi.
Untuk dapat menjadi saksi, kamu harus melalui seperti yang dilalui dalam cerita di atas. Kamu harus percaya (iman). Kemudian kepercayaanmu menjadi kuat dan berubah menjadi keyakinan (yaqin). Dengan keyakinan itu, kamu akan punya kekuatan untuk berbuat (amal). Dengan usahamu, akhirnya kamu mengenalnya (ma’rifat). Dengan pengenalan itu kamu akan punya semangat itu mendekatinya (taqarrub). Dan setelah didekatkan, akhirnya kamu dianugerahi penyaksian (syahadah)
Saat itulah kesaksianmu bukan sekadar kata-kata tapi benar-benar merupakan kesaksian yang telah melampaui iman, yaqin, atau ilmu. Saat itulah kamu benar-benar bisa berkata:
“ASYHADU AL LAA ILAHA ILLA ALLAH”Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah.
Aku bersaksi tidak ada yang layak dijadikan ilah (sesembahan) selain Allah.
Sayangnya Allahmu hanya kumpulan huruf dan suara, agamamu warisan yang sedang kau hambur-hamburkan, Nabimu hanya sejarah yang kebaikannya kamu anggap kebaikanmu juga. Maka kata Syekh Abdul Qadir: luruskanlah imanmu, lalu usahakan agar ia meningkat menjadi keyakinan, setelah itu beramallah dan ikhlaslah dalam beramal. Semoga Allah terima usahamu dan menyampaikanmu pada apa yang kamu cita-citakan.