Sejak dulu aku percaya sabda Nabi bahwa menikah adalah separuh agama. Hanya saja, saat itu satu-satunya penjelasan yang terpikirkan olehku a...

Menemukan Allah dari Kehidupan Rumah Tangga

menemukan allah lewat kehidupan separuh agama

Sejak dulu aku percaya sabda Nabi bahwa menikah adalah separuh agama. Hanya saja, saat itu satu-satunya penjelasan yang terpikirkan olehku adalah: Menikah akan memberimu ujian syukur dan sabar (dengan hadirnya istri dan anak) setiap hari. Menikah akan memberimu kesempatan untuk berinfak setiap hari, baik harta, tenaga atau perhatian. Baru setelah hampir sepuluh tahun menikah aku mendapat gambaran sesungguhnya mengapa menikah disebut separuh agama.

KASIH SEORANG AYAH & SAYANG SEORANG IBU

Sudah menjadi tabiat seorang ayah untuk menafkahi keluarganya. Seorang ayah akan menyediakan kekasih dan anak-anaknya (orang melayu menyebutnya: budak-budaknya) makanan, fasilitas dan semua keperluannya tanpa pilih kasih. Ayah akan ngasih makan, baik kepada anaknya yang penurut maupun kepada anaknya yang buandel.

Ketika seorang ayah memperhatikan bagaimana dirinya yang pelit dan kasar mampu bersikap pengasih sedemikian rupa, sadarlah ia bahwa sebenarnya dirinya bukanlah apa-apa kecuali perwujudan tangan Yang Maha Pengasih (Ar-Rahman) bagi bayi kecil yang tidak berdaya itu.

Sudah menjadi tabiat seorang ibu untuk merawat keluarganya. Seorang ibu akan memastikan anak-anaknya (orang melayu menyebutnya: budak-budaknya) mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup. Meskipun tidak memberikan apapun dalam bentuk materi, adanya rasa sayang seorang ibu menjadikan anak-anaknya yang jauh maupun yang dekat rindu untuk pulang ke rumah.

Ketika seorang ibu memperhatikan bagaimana dirinya yang jutek dan pemalas mampu menyayangi sedemikian rupa, sadarlah ia bahwa sebenarnya dirinya bukanlah apa-apa kecuali perwujudan tangan Yang Maha Penyayang (Ar-Rahim) bagi bayi kecil yang tidak berdaya itu.

Mengalami langsung pengalaman ini akan memberimu pemahaman yang akan menjadikan lafaz basmalah-mu lebih berdampak dari basmalah-nya orang yang belum menikah sekurangnya 70 kali lipat.

KETIKA SANG KEKASIH MENGADU

Aku sayang anak-anakku tapi ketika kekasihku mengadukan tingkah mereka padaku, aku pun marah kepada mereka. Mengalami langsung hal ini memberiku pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana turunnya adzab Allah, misalnya kepada kaum Nabi Nuh.

Hamba-hamba Allah tersesat dari jalan menuju keselamatan, kebahagiaan dan kemuliaan abadi, Allah telah mengutus kepada hamba-hamba-Nya itu orang-orang terkasih-Nya untuk membawa mereka kembali ke jalan itu. Tapi bukannya disambut dan diikuti, hamba-hamba yang kurang cerdas ini malah menyakiti para kekasih Allah hingga akhirnya mereka mengadukan kelakuan hamba-hamba ini kepada Allah. You know the rest… and now you know why

MARAH TAPI TETEP SAYANG

Aku sayang anak-anakku (orang melayu menyebutnya: budak-budakku) tapi kadang aku tetap marah kepada mereka. Kata orang marah itu tanda sayang. Ini memberiku pemahaman bahwa kasih sayang Allah pada hamba-Nya tidak boleh menjadikan kita merasa turunnya kemurkaan-Nya sebagai sesuatu yang mustahil. Berikutnya, aku juga jadi memahami seandainya Dia benar-benar marah pun, maka kemarahan-Nya pada kita, budak-budak-Nya, tidaklah berarti bahwa Dia membenci kita. Semua itu adalah karena rasa sayang-Nya.

مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ
Tidaklah Tuhanmu meninggalkan kamu dan tidak (pula) membenci.” (Adh-Dhuha: 3)

BIAR TAHU RASA

Dalam fiqh, disebutkan bahwa kamu dan hartamu adalah milik ayahmu. Aku juga pernah mendengar bahwa seorang ayah dipersilakan berbuat sekehendaknya pada budak-budaknya. Seorang ayah bebas untuk memaafkan atau menghukum budak-budaknya. Tapi sebagai seorang ayah, mendengar hal ini aku bukannya membuatku merasa bebas.

Aku tahu betul: jika aku bersikap adil (dengan menghukum kesalahan anak-anakku), Allah pun akan memperlakukanku begitu. Dan jika aku merahmati (dengan bersikap lebih baik atas kesalahan mereka), Allah pun akan memperlakukanku begitu.

Pendeknya, menikah memberimu sedikit gambaran bagaimana rasanya berada di posisi yang menetapkan aturan dan mengeluarkan perintah disamping menyayangi, mendidik dan merawat. Dengan menikah, seorang budak kurang ajar perlahan mengerti beban kerja dan tanggung jawab tuannya. Setelah sadar bahwa ia tidak bisa berbuat lebih baik pada budaknya sendiri dibandingkan tuannya pada dirinya, seorang yang menikah belajar untuk menerima (tidak lagi banyak protes pada) apa yang disediakan tuannya untuknya kemudian percaya bahwa tuannya telah memberikan yang terbaik untuknya.

Begitulah. Ini bukan akhir perjalananku dan kukira kamu punya sudut pandang yang lebih kaya wawasan ketimbang apa yang kubagikan ini. Kuharap kamu tidak terlalu enggan untuk membaginya.