Aku pernah berdiskusi sama Salman, mana yang duluan Iman atau Islam? Sebelumnya aku selalu memandang seseorang hanya akan beriman setelah memberi kesempatan bagi agama untuk mengambil bagian dalam hidupnya. Tapi Salman berpandangan, Islam yang berarti penyerahan diri hanya dapat lahir dari hati yang telah percaya. Dari diskusi itu, aku mendapatkan wawasan yang hari ini akan kubagikan untuk kita semua.
APA ITU ISLAM?
Islam berasal dari kata salama yang dalam Bahasa Indonesia punya lima padanan makna yakni: patuh, tunduk, pasrah, menyerah dan selamat. Dalam sebuah riwayat Nabi bersabda: “aslim taslam” yang berarti patuhlah (maka) kamu akan selamat. Islam yang berarti patuhlah, tunduklah, pasrahlah, menyerahlah, selamatlah adalah nama bagi sebuah sistem keyakinan, cara pandang sekaligus cara hidup yang dibawakan oleh nabi dan utusan Allah lalu ditutup dan disempurnakan oleh Rasulullah saw.
Cara menjadi seorang muslim (penganut agama Islam) cukup mudah. Kamu tinggal menjalankan lima pilar yang disebut rukun Islam. Mengucapkan dua kalimat kesaksian, shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, membayar zakat atas diri dan harta, berhaji ke baitullah jika mampu. Semua itu adalah perbuatan yang apabila dikerjakan maka kamu dapat disebut seorang muslim.
Abu Bakar, sahabat Rasulullah yang paling utama, lembut dan penyayang, sepeninggal beliau pernah memerangi orang-orang yang tetap shalat tapi menolak membayar zakat. Hal itu disebabkan Abu Bakar memandang mereka telah murtad (keluar dari agama Islam) dengan penolakan mereka itu.
Karena semua poin dalam lima pilar agama Islam dapat dengan jelas terlihat, kamu bisa dengan mudah membedakan mana yang muslim dan mana yang bukan muslim. Tapi tidak semudah itu membedakan mana orang beriman dan mana yang bukan orang beriman.
APA ITU IMAN?
Iman secara ringkas dapat diartikan percaya atau kepercayaan. Untuk dapat disebut beriman, kamu harus mempercayai enam hal yang disebut rukun Iman, yakni: percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat, percaya bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab, percaya pada Nabi dan Rasul, percaya pada hari penghakiman, percaya pada ketentuan dan takdir. Penjelasan bagi setiap poinnya kukira bukan fokus pembahasan kita hari ini.
Nah, karena semua pilarnya dimulai dengan kata percaya, kita tidak dapat dengan mudah menilai apakah seorang muslim termasuk orang beriman atau munafik (yang berarti Islam secara lahir tapi bukan orang beriman dalam batinnya). Keimanan seseorang dapat diperiksa melalui tanda-tanda yang memancar melalui perkataan dan perbuatannya tapi menyatakan kepalsuan iman seseorang tanpa ilmu yang cukup adalah perbuatan resiko dunia akhiratnya terlalu besar. Oleh karena itu, hendaknya seseorang lebih sibuk memeriksa keimanannya sendiri ketimbang keimanan orang lain.
Seorang muslim adalah orang tidak melakukan perlakuan yang ia sendiri tidak suka menerimanya dari muslim lainnya. Sedangkan seorang mukmin adalah orang yang ingin saudaranya menerima apa ia sendiri senang menerimanya.
MANA YANG LEBIH PENTING?
Keduanya sama-sama penting. Islam tidak laku tanpa Iman. Disebutkan bahwa orang-orang munafik justru diletakkan Allah di kerak neraka yang paling dalam. Iman pun tidak laku tanpa Islam. Terdapat riwayat bahwa Abu Jahal berkata pada temannya bahwa ia sungguh percaya bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan semua yang dikatakannya adalah kebenaran tapi ia tidak bisa terima kedudukannya dikalahkan oleh salah seorang Bani Hasyim jika ia mengakui kerasulan beliau.
Iman kita akan diperiksa di dalam kubur dan amal-amal (keislaman) kita diperiksa pada hari berbangkit.
Allah tidak rela orang beriman menderita selamanya di akhirat dan Dia menghendaki kehidupan yang baik (di dunia dan akhirat) bagi orang yang beramal shaleh. Karena itu, penting bagi orang yang menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat untuk senantiasa meningkatkan iman dan ketundukannya pada pengaturan Allah.
Baca juga:
LALU MANA YANG LEBIH DULU?
Sebelumnya aku mengira bahwa Islam-lah yang lebih dulu. Itu karena dalam sejarah terdapat orang yang disebutkan Allah telah ber-Islam tapi belum ber-Iman.
قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ ٱلْإِيمَٰنُ فِى قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِن تُطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَٰلِكُمْ شَيْـًٔا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ“Orang-orang Arab Badui itu berkata: 'Kami telah beriman'. Katakanlah: 'Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'.” (QS. Al-Hujurat: 14)
Ketika Salman berkata ketundukan seseorang hanya dapat lahir setelah ia benar-benar percaya apa yang dianutnya adalah suatu kebenaran, aku jadi dapat pencerahan.
Keislaman itu bertingkat-tingkat, begitu juga keimanan. Aku memandang tingkat terendah keislaman ketika kata Islam disebutkan, itu sebabnya sebelumnya aku memandang Islam dulu baru Iman. Sedangkan Salman memandang tingkat tertinggi keislaman ketika kata Islam disebutkan, itu sebabnya sebelumnya ia memandang Iman dulu baru Islam.
Yang benar tidak ada yang di depan maupun di belakang. Keduanya bersisian, sejajar seperti rel. Di dalam ia disebut Iman di luar ia disebut Islam. Keduanya bertingkat-tingkat.
Menjalankan rukun Islam adalah adalah tingkatan keislaman paling minimal. Seseorang yang rela atas semua takdir Allah atas dirinya, rela segala yang dijadikan hukum dalam Islam dan juga rela Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya jelas memiliki tingkat keislaman yang lebih tinggi.
Iman pun bertingkat-tingkat. Dalam Al-Qur’an ada orang-orang yang disebut Allah alladzina amanu, orang beriman dan ada pula orang yang disebut Allah al-mukminun, si ahli Iman. Perbedaan keduanya akan kita bahas pada kesempatan lain insyaallah.
Seorang yang lahir dari orang tua muslim seperti di Indonesia mungkin lebih dahulu ber-Islam. Setelah mereka cukup dewasa dan bertanya mengapa, barulah mereka benar-benar ber-Iman. Tapi orang-orang yang terlahir dari orang tua non-muslim seperti para sahabat kemungkinan besar ber-Iman dulu baru menyatakan keislamannya.
Hanya saja, di akhir aku tetap berani berkata bahwa iman yang sempurna hanya dapat hadir setelah keislaman yang sempurna. Hal itu berdasarkan firman Allah:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka pasrah (terhadapnya) sepasrah-pasrahnya.” (QS. An-Nisa’: 65)
Wallahu a’lam. Kita telah membahas siapa itu muslim dan mukmin. Dalam tulisan berikutnya kita akan membahas siapa itu muttaqin, muhsin dan mukhlis.
Baca lanjutannya: Perbedaan Muslim, Mukmin, Muhsin, Muttaqin